Selamat Datang di Website Pribadi Agussalim – Widyaiswara Kementerian Kelautan & Perikanan RI – Mobile Contact: 085242074257

Category: Karya Tulis

Yanto dan Wisata Mangrove Tangkolak dalam Balutan Sampah Plastik

Senyum sumbringah terbersit di wajah Pak Yanto (pengelola Dewi Bahari Tangkolak, Kelurahan Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat) mendapat kunjungan wisatawan dari berbagai daerah, yang sebenarnya peserta pelatihan PELP BDA KP Sukamandi. Senyumnya menyiratkan harapan baru, bahwa tempat wisata mangrove yang dia bangun selama ini akan kembali mendapat perhatian dari pemerintah. Dia telah mengabdikan dirinya dengan sukarela menanam mangrove di kawasan yang dulunya hanya menjadi tempat orang membuang hajat. Sejak 9 tahun lalu, tepatnya 2014, Yanto bersama kelompok yang dibangunnya, telah menanam sedikitnya 80.000 anakan mangrove yang saat ini telah besar dan menjadikan kawasan pesisir Tangkolak teduh dan menarik hati pengunjung. Tidak berselang lama sejak anakan mangrove menghijaukan kawasan ini, tempat ini lalu menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi masyarakat. Perhatian pun berdatangan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan dan berbagai perguruan tinggi ternama di tanah air seperti Universitas Indonesia dan Bina Nusantara. Namun apa daya, sejak bencana covid menyerang, saat ini fasilitas pendukung wisata yang telah dibangun banyak mengalami kerusakan dan terlihat sampah berserakan dimana-mana.

Onggokan sampah melingkari gazebo dengan beberapa bagian atap bolong, menjadi pemandangan yang seolah mengisyaratakan bahwa tempat ini sekian waktu tidak dikunjungi, dan kurang terurus. Selain itu, beberapa bagian dari jembatan tracking mangrove tidak bisa dipijak karena rapuh dan telah rubuh di sebagian sisinya. Terdapat pula bangunan bekas kios dengan logo Kementerian Kelautan Perikanan, yang menandakan bahwa itu adalah bantuan pemerintah. Menurut Yanto, kondisi sebelumnya jauh lebih memprihatinkan, jalan arteri  berupa beton penuh dengan sampah plastik. Dengan hati dan jiwa besar, Yanto yang sebelumnya merupakan pelaku pengrusakan terumbu karang di kawasan ini, berusaha membangun kembali objek wisata mangrove ini, sebagai upaya memperbaiki kesalahan masa lalunya. Yanto berusaha mengajak teman-temannya sesama perusak lingkungan agar bertobat dan membangun lingkungan, tetapi sebagian besar tidak mengindahkannya. Yanto tidak berputus asa, bermodal dukungan keluarga, terutama istri dan putranya, dia terus melakukan pembibitan mangrove untuk ditanam pada lokasi yang masih gundul. Dengan berjalannya waktu, serta berbekal restu dari pemerintah kelurahan setempat, Yanto terus berjuang memulihkan kondisi objek wisata Tangkolak. Saat ini sekitar 14 orang mengambil bagian menjadi anggota kelompok besutan Yanto dan membangun desa wisata atau Dewi Bahari Tangkolak.

Diakui oleh Yanto bahwa sampah menjadi kendala terbesar yang dihadapinya dalam memajukan objek wisata Tangkolak agar bisa memuaskan pengunjung. Sumber sampah-sampah plastik tersebut bukan hanya dari penduduk setempat, tetapi juga dari laut dan muara sungai yang terdapat di sisi kawasan mangrove. Selain mengangkut sampah keluar dari kawasan, Yanto tidak punya solusi lain, sementara sampah tersebut terus berdatangan. Tidak ada alat pemusnah sampah, tidak ada insenerator disana. Tetapi Yanto tidak berputus asa, dia terus berjuang mempertahankan eksistensi mangrove tersebut dan meluaskannya selagi dia mampu.

Dalam jabat erat tangan Yanto dengan pengunjung saat berpamitan, seolah dia ingin menitip pesan. Seolah dia ingin berkata, bukankah ini bukanlah tugas Yanto seorang diri? Yanto hanyalah seorang tamatan SMP yang merasa berhutang pada lingkungan yang selama ini banyak dirusaknya. Melalui gerakan menanam mangrove sesungguhnya dia mengajak kepada semua pihak agar tumbuh kesadaran lingkungannya. Yanto ingin menjaga masyarakatnya dari serangan banjir rob air laut yang datang setiap tahun. Yanto juga ingin terumbu karangnya tetap lestari. Mangrove adalah benteng dua sisi yang menurutnya akan menjaga darat dan laut dari kerusakan. Menjaga darat dari serangan rob dan tzunami, menjaga laut dari serangan sampah dan sedimentasi. Yanto tidak pandai merangkai kata, tetapi sangat semangat berkarya mengisi hari-harinya membangun kawasan mangrove. Bukan juga untuk rupiah yang ingin dikumpulkannya, tetapi demi kebaikan masyarakat dan generasi Yanto di masa depan.

Wisata bahari akan menjadi solusi bagi masyarakat pemilik kawasan hutan mangrove seperti Tangkolak. Hanya saja, tidak dengan sendirinya sebuah objek menjadi tujuan wisata yang menarik. Wisata bahari akan menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat pesisir. Butuh manajemen yang baik dari berbagai pihak yang berkepentingan. Penataan sarpras pendukung, pengaturan entrance fee, pendataan data dukung lingkungan, perhitungan limit of acceptable change (LAC), penumbuhan kelompok sadar wisata (Darwis), pengembangan produk-produk lokal seperti kerajinan kerang atau makanan dan minuman dari mangrove, promosi dan pemasaran wisata serta berbagai hal lainnya. Tidak cukup dengan Pak Yanto seorang, tetapi kehadiran penyuluh, pengelola ekosistem pesisir dan laut, pemerhati wisata, akademisi, aktivis lingkungan, wisatawan dan masyarakat lokal, untuk bahu membahu membangun kawasan mangrove Tangkolak, untuk beranjak dari balutan sampah, menjadi objek wisata yang memberikan jasa wisata yang menyehatkan dan memberikan pengalaman menarik bagi semua pengunjung.

 

Oleh : Agussalim, Trainer Pariwisata Berkelanjutan, KKP

Cara Mudah Ber-karya Tulis

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, maka ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” demikian kalimat Pramudia Ananta Toer (1925-2006) dalam bukunya Bumi Manusia. Pernyataan itu tidak berlebihan dan demikian adanya, terbukti Anda tidak akan kenal Pramudia kecuali melalui tulisannya. Demikian halnya pahlawan wanita kita yang terkenal Kartini, yang menjadi inspirasi bukan hanya bagi kaum hawa tetapi juga kaum pria, atas bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang konon judul aslinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya’. Kita tau pahlawan wanita kita bukan beliau seorang, bahkan banyak yang lebih heroik, tetapi poinnya adalah Kartini punya artefak, yakni tulisan beliau.

Setiap pribadi juga tentu memiliki sebuah pengalaman dan kreasi untuk kehidupan, yang membuatnya merasa berharga. Jika karya dan pengalaman tersebut berlalu begitu saja dan tidak dituliskan maka, tidak akan memberi efek untuk orang lain bahkan untuk generasinya sendiri. Kita bisa berkaca pada bangsa yang sudah memiliki peradaban maju sejak dahulu, itu karena mereka menuliskan tentang apa yang mereka alami dan apa yang mereka pikirkan, yang kita kenal dengan nama artefak.

Mengapa orang pada umumnya tidak menuliskan apa yang seharusnya mereka tulis? Tentu banyak alasan yang mendasarinya, yang jika kita reduksi sebagian akan berujung pada alasan tidak biasa. Karena tidak terbiasa menulis sehingga semua tidak tertulis. Untuk kita generasi kekinian, tentu saja tidak pas jika mereplikasi alasan seperti itu, karena perbedaan zaman yang amat jauh. Segala kemudahan ada pada zaman ini. Demikian halnya jika ingin menulis dan tulisannya bisa tersebar dengan cepat, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Jadi alasan tidak terbiasa menulis, harusnya tidak lagi menghalangi kita untuk menulis. Oleh karenanya, izinkan saya berbagi tips sederhana bagaimana cara agar bisa terbiasa menulis.

1. Jangan menuntut sempurna di awal

Bagi kaum intelektual, dikenal istilah ilmiah atau memenuhi kaidah logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik atau ilmiah. Kata ilmiah seringkali menjadi ukuran kesempurnaan sebuah tulisan, dan kerap justru menjadi hambatan seseorang untuk menulis. Kata ilmiah begitu sampai di otak akan ditafsirkan sebagai sesuatu yang sulit dan terikat dengan berbagai aturan. Sehingga karya tulis ilmiah seringkali hanya dikerjakan karena sebuah keharusan, misalnya menjadi tugas pada jenjang pendidikan atau syarat kenaikan jabatan tertentu bagi ASN.

Agar bisa menulis karya tulis ilmiah sekalipun maka sebaiknya seseorang melepaskan kesan ilmiah dan kesempurnaan pada pikirannya. Ibarat seseorang yang akan berjalan di jalan raya maka yang pertama terpikirkan harusnya adalah ke mana tujuan perjalanannya, adapun ilmiah adalah rambu-rambu jalan, sehingga jika hanya memikirkan rambu-rambunya maka perjalanan tersebut akan lambat dan justru bisa jadi dibatalkan karena takut akan melanggar rambu atau tertangkap polisi karena sebuah pelanggaran. Padahal jika berpikir mudahnya, kaidah ilmiah bisa dibantu oleh reviewer jika tulisan itu akan masuk ke jurnal dan sebagainya. Selain itu, jika khawatir melanggar kaidah ilmiah maka seseorang bisa meminta bantuan orang lain untuk melihat keterpenuhian aspek ilmiah tersebut, saat tulisannya telah selesai. Intinya kerjakan saja dulu dan jangan terhambat oleh sesuatu apa pun.

2. Berlatih sepuluh hari

Dalam sebuah pertemuan tentang menulis, saya menangkap sebuah pesan penting bahwa untuk bisa menulis, maka berusahalah menulis selama sepuluh hari berturut turut tanpa peduli sebagus apa tulisan Anda, dan tidak perlu berpikir tema apa yang sesuai. Menulislah secara konsisten selama sepuluh hari dengan isi tulisan tentang apa pun yang sedang Anda pikirkan atau terbersit saat Anda akan mulai menulis.

Saya berpikir dengan menulis salama sepuluh hari, itu akan melatih otak untuk merangai kata dan menulis. Selain itu tulisan yang beragam itu akan memperlihatkan kepada diri Anda sendiri jenis tulisan apa yang Anda sukai, yang terlihat dari dominasi jenis tulisan yang muncul. Mungkin Anda seorang yang suka menulis hal-hal yang religius, atau hal yang lucu, seram, sedih dan sebagainya. Atau mungkin Anda berbakat jadi cerpenis atau novelis. Anda mugkin tidak akan yakin dengan passion Anda sebelum berusaha secara konsisten menulis selama sepuluh hari.

3. Jangan melihat ke atas

Ini adalah bagian yang cukup sulit saat kita memulai menulis. Sering kita melihat atau mendengar cerita seorang penulis, yang membuang banyak kertas karena tulisannya yang dianggapnya tidak menarik, yang diganti dengan tulisan baru, hingga akhirya menemukan tulisan yang menurutnya menarik. JIka itu terjadi pada kita yang tidak terbiasa menulis, kemungkinan kita akan menyerah sebelum menemukan tulisan yang benar-benar menarik menurut kita. Sehingga strateginya menurut seorang pelatih pada sebuah pelatihan menulis yag saya pernah ikuti, “jangan melihat ke atas”. Arti kalimat itu sederhana, jangan pernah melihat apa yang Anda tulis sebelum seluruh ide yang ingin Anda tuangkan telah keluar dari otak Anda dan menjadi sebuah tulisan. Bahkan untuk memperbaiki penulisan atau pengetikan huruf yang salan sekali pun. Mengapa demikian? Karena Anda akan cenderung berhenti menulis dan ide-ide akan terhenti alirannya saat kembali melihat apa yang telah ditulis. Keluarkan saja seluruh ide dalam kata dan kalimat yang ingin keluar dari kepala  ke lembaran-lembaran tulisan, sampai akhirnya terasa tidak tersisa, atau dianggap cukup.

Lalu kapan kita melihat tulisan tersebut? Yakni saat tulisan telah selesai dan Anda akan melakukan editing pada tulisan. Saat itulah Anda memperbaiki susunan kalimat, kata atau huruf yang kurang sesuai. Biarkan tulisan itu utuh terlebih dahulu, lalu kemudian dirapihkan. Tentu saja kerapihan dan kehalusan sebuah karya tulis juga dipengaruhi oleh jam terbang atau jam berlatih. Bukan sebuah masalah, yang pasti ide Anda telah bertransformasi menjadi sebuah tulisan, sebuah karya dan sebuah artefak.

4. Tahapan Menuls Ilmiah

Setelah memperhatikan dan menerapkan beberapa poin di atas, maka mulailah memperhatikan penulisan ilmiah. Untuk membantu Anda yang belum berpengalaman, agar bisa menulis ilmiah, uraian berikut mungkin berguna. Pertama, tentukan tema. Tema sebaiknya singkat, padat, jelas dan menarik. Selain itu tema juga sebaiknya up to date, menjadi isu kontemporer atau sedang menjadi phenomena. Misalnya tentang sampah, tema ini menarik dan kekinian. Banyak tema lain yang bisa Anda ambil sesuai dengan apa pun yang ingin Anda tuliskan, terlepas latar belakang keilmuan Anda sesuai atau tidak sama sekali. Kedua, persempit tema. Gunakan model paragraph induktif atau dari umum ke khusus. Contoh tentang sampah yang masih terlalu umum, persempit menjadi pegelolaan sampah. Ketiga, tentukan judul. Untuk judul yang baik sebaiknya singkat dan menarik. Anda bisa berimprovisasi tentang judul yang akan Anda angkat, bergantung ada tujuan penulisan. Bahkan sebenarnya judul Anda bisa saja berubah pada saat tulisan Anda telah selesai.

Tahapan keempat, buat perencanaan. Pada tahap perencanaan, gunakan teknik mind maping atau pemetaan pikiran. Pada saat berpikir tentang pengelolaan sampah, maka terbayang banyaknya percabangan dalam pemikiran kita. Pada satu sudut kita terpikir tentang pola pengelolaan tradisional dan pengelolaan modern, di sudut lain terpikir bahwa sampah itu banyak jenisnya, dan pada sudut yang lain lagi tergambar bahwa sampah ada yang bisa dimanfaatkan kembali dengan daur ulang (recycle) atau dengan penggunaan ulang (reuse). Pada saat memetakan pikiran, poin poin yang tidak ingin dibahas dalam tulisan bisa direduksi, serta menggaris bawahi poin inti yang ingin dimunculkan. Selain itu peta pikiran juga menunjukkan kepada Anda bagian mana yang akan menjadi cabang dan mana yang hanya ranting atau sub bagian pada tulisan.

Tahapan kelima, buat kerangka tulisan. Segera setelah Anda memetakan pikiran, akan tergambar dengan jelas bagian mana yang akan menjadi bagian besar dan sub bagian kecilnya. Ini membantu Anda membuat kerangka tulisan yang akan menunjukkan mana yang menjadi bab dan sub bab, serta mana yang akan dikedepankan dan yang mana yang akan dibahas kemudian. Misalkan tulisan tentang pengelolaan sampah, maka bisa jadi akan tersusun atas kerangka: pendahuluan, jenis-jenis sampah, model pengelolaan sampah, penerima manfaat pengelolaan sampah, best practice pengelolaan sampah, dan seterusnya hingga daftar pustaka.

Satu hal yang jangan dilupakan agar tulisan dibaca orang, yakni segitiga konsistensi harus menjadi bagian pengikat dari tulisan tersebut. Apa itu Segitiga Konsistensi dalam penulisan? Yakni masalah-tujuan-kesimpulan harus konsisten. Jika di awal mengangkat tentang masalah pengelolaan sampah basah, maka tujuan yang ingin dicapai adalah agar sampah basah bisa dikelola, dan kesimpulannya adalah tentang cara mengelola sampah basah. Di luar poin yang dibahas tersebut sifatnya hanya informasi pendukung dan tidak menjadi bagian pembahasan yang yang dominan.

Ada banyak hal bermanfaat untuk kita bagi dengan orang lain yang mungkin akan sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka, ketika Anda menuliskan hal tersebut agar bisa dibaca oleh orang lain. Saya berharap kata ilmiah menjadi alat bantu untuk meningkatkan kualitas tulisan dan menjadi daya tarik tulisan, dan bukan menjadi penghambat untuk berbagi pengetahuan. Selamat berkarya, semoga karya Anda menjadi jembatan kebaikan bagi sesama dan kebaikannya akan kembali ke Anda pribadi.

 

Agussalim, Trainer pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

Penyuluh Perikanan Sakti, Buku Recomended Untuk Penyuluh Perikanan

Sebuah buku yang menggambarkan tentang penyuluh sebagai garda terdepan dalam pembangunan sumberdaya manusia, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan, telah terbit. Buku ini direkomendasikan bagi mereka yang ingin menjadi penyuluh yang diharapkan kehadirannya oleh masyarakat, karena kemampuannya dalam menyajikan solusi atas segala persoalan masyarakat kelautan dan perikanan. Diberi judul “Penyuluh Perikanan Sakti” oleh penulisnya Agussalim, karena seorang penyuluh memang layaknya menjadi seseorang yang “Sakti” dalam pengertian memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang mumpuni agar mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat binaannya. Kompetensi teknis dan manajerial apa saja yang mesti dikuasai seorang penyuluh perikanan? Dapatkan gambaran jelasnya dengan membaca buku yang diberi pengantar oleh Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan ini.

Ekstrak Ikan Gabus untuk Maag dan Gastritis

1. Asam Lambung, Maag, GERD dan Gastritis

Kalangan masyarakat awam mengenal istilah yang beragam terkait penyakit yang berhubungan dengan lambung. Pada umumnya orang familiar dengan sebutan maag, asam lambung, dan ada pula yang menyebut GERD (Gastroesophageal Reflux Disease), dan dalam ilmu kedokteran terdapat istilah gastritis. lalu apa perbedaannya? Menurut alodokter.com, sakit maag merupakan istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menggambarkan nyeri akibat saluran cerna sedangkan gastritis merupakan bagian dari sakit maag. Karena sakit maag sering disebabkan gastritis, sakit maag sering kita sebut juga dengan gastritis. sedangkan GERD menurut spesialisasamlambung.com, penyakit ini disebabkan naiknya asam dari lambung menuju esofagus atau kerongkongan. Penderita GERD hampir pasti adalah penderita Maag.

2. Apa Penyebabnya?

Gastritis adalah proses inflamasi atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari semua tingkat usia maupun jenis kelamin tetapi dari beberapa survei menunjukkan bahwa gastritis paling sering menyerang usia produktif. Pada usia produktif masyarakat rentan terserang gejala gastritis karena dari tingkat kesibukan, gaya hidup yang kurang memperhatikan kesehatan serta stres yang mudah terjadi. Gastritis dapat mengalami kekambuhan dimana kekambuhan yang terjadi pada penderita gastritis dapat dipengaruhi oleh pengaturan pola makan yang tidak baik dan juga dipengaruhi oleh faktor stres, (Tussakinah, 2017).

Secara umum, gastritis dibagi menjadi dua jenis, yaitu gastritis akut dan kronis. Dikatakan gastritis akut ketika peradangan pada lapisan lambung terjadi secara tiba-tiba. Gastritis akut akan menyebabkan nyeri ulu hati yang hebat, namun hanya bersifat sementara. Sedangkan pada gastritis kronis, peradangan di lapisan lambung terjadi secara perlahan dan dalam waktu yang lama. Nyeri yang ditimbulkan oleh gastritis kronis merupakan nyeri yang lebih ringan dibandingkan dengan gastritis akut, namun terjadi dalam waktu yang lebih lama dan muncul lebih sering. Peradangan kronis lapisan lambung ini dapat menyebabkan perubahan struktur lapisan lambung dan berisiko berkembang menjadi kanker, (alodokter.com/gastritis).

Lalu bagaimana peradangan pada dinding lambung terjadi? Dinding lambung tersusun dari jaringan yang mengandung kelenjar untuk menghasilkan enzim pencernaan dan asam lambung. Selain itu, dinding lambung juga dapat menghasilkan lendir (mukus) yang tebal untuk melindungi lapisan mukosa lambung dari kerusakan akibat enzim pencernaan dan asam lambung. Rusaknya mukus pelindung ini dapat menyebabkan peradangan pada mukosa lambung. Hal yang dapat menyebabkan rusaknya mukus pelindung antara lain karena infeksi bakteri, dan jenis bakteri yang paling sering adalah bakteri Helicobacter pylori, (alodokter.com/gastritis).

3. Helicobacter pylori Selaku Biangnya

Helicobacter pylori adalah bakteri Gramnegatif yang ditemukan pada permukaan epitel lambung dan dapat menginfeksi sekitar 50% dari populasi umum. H. pylori adalah bakteri mikroaerob, flagela, dengan batang melengkung, panjang 13 μm, lebar 0,30,6 μm. Bakteri ini memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap suasana asam. Bakteri H. pylori merupakan penyebab utama terjadinya gastritis kronik yang dapat menimbulkan komplikasi berupa 90% tukak duodenum, 80% tukak lambung, keganasan lambung dan mucosa associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma. Prevalensi gastritis oleh karena H. pylori meliputi sekitar 50% penduduk bumi, dimana kebanyakan di negaranegara dunia ketiga dengan angka kejadian sekitar 80% 90%, kontras dengan negaranegara maju yang hanya sekitar 2050% (Leja et al., 2016 dalam Yulizal, 2020).

Bakteri H. pylori dalam bentuk biofilm lebih tahan terhadap anti bakteri atau lebih reaktif terhadap molekul yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Diperkirakan bahwa bakteri biofilm bisa sampai ribuan kali lebih tahan terhadap anti bakteri daripada bakteri planktonik (Attaran, Falsafi, & Ghorbanmehr, 2017 dalam Yulizal, 2020 ). Sangat sulit untuk menghilangkan H. pylori dari mukosa lambung, oleh karena biasanya infeksi H. pylori ini menjadi persisten. Hal ini disebabkan kemampuan H. pylori dalam mempengaruhi respon imun, agar dapat menghindari eliminasi dan mengurangi regulasi kerusakan jaringan (Niu et al., 2020 dalam Yulizal, 2020).

4. Ikan Gabus (Channa striata) sebagai Solusi Komplit

Channa striata atau ikan gabus ialah sejenis ikan predator yang banyak dikonsumsi. Ekstrak Channa striata merupakan sumber protein hewani yang dipercaya mengandung nutrisi yang penting dalam meningkatkan stamina tubuh setelah persalinan, operasi, proses penyembuhan setelah menderita penyakit tertentu, anti inflamasi, anti oksidan, anti tukak lambung, anti bakteri dan anti jamur secara in vitro. Kandungan nutrisinya terdiri atas protein, terutama albumin dan asam amino esensial, asam lemak esensial, mineral khususnya zink/seng (zn) dan beberapa vitamin yang berguna untuk kesehatan (Mustafa et al., 2012 dalam Yulizal 2020).

Channa striata mengandung asam lemak esensial, seperti omega 6 dan omega 3. Omega 3 merupakan asam lemak yang bersifat anti inflamasi yang dapat meningkatkan proliferasi limfosit, aktivitas sel natural killer (NK), aktivasi makrofag, IL-1, IL-2, TNF-α dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dibutuhkan untuk mempercepat eradikasi bakteri H. pylori dan penyembuhan (J. M. Park et al., 2015 dalam Yulizal, 2020).

Channa striata selain dikenal sebagai sumber asam amino dan asam lemak yang cukup lengkap, juga mengandung mineral dan beberapa vitamin diantaranya seng, magnesium, kalsium, fosfor, vitamin A,B, D dan E (Asfar, Tawali, & Mahendradatta, 2014). Pasien gastritis pylori sering disertai dengan defisiensi mikronutrient seperti seng (zincum), besi (ferrum), selenium (Se), vitamin A, B kompleks, C, D dan E (Ozturk et al., 2015 dalam Yulizal, 2020).

Mineral dan vitamin yang terkandung pada ekstrak Channa striata ini diperkirakan berperan meregulasi berbagai jenis respon imun yang sangat diperlukan untuk melawan bakteri pada keadaan infeksi (Shafri & Manan, 2012 dalam Yulizal, 2020). Hasil penelitian Yulizal (2020) mendapatkan bahwa pemberian kombinasi rejimen standar eradikasi dan ekstrak Channa striata menghasilkan tingkat eradikasi yang sempurna (100%), dimana tidak dijumpai pertumbuhan bakteri H. pylori pada saat uji keberhasilan eradikasi.

5. Mengatur Pola Makan dan Manajemen Stres

Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak baik dan tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif di saat asam lambung meningkat. Peningkatan asam lambung diluar batas normal akan menyebabkan terjadinya iritasi dan kerusakan pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung dan jika peningkatan asam lambung ini dibiarkan saja maka kerusakan lapisan lambung atau penyakit gastritis akan semakin parah.
Pengaturan pola makan yang tidak baik dan tidak teratur akan menimbulkan kekambuhan pada penderita gastritis. Oleh karena itu pengaturan pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis, (Tussakinah, 2017).

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya atau ancaman. Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga beresiko untuk mengalami gastritis. Produksi asam
lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada beban kerja berat, panik, tergesagesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan maka dapat menyebabkan terjadinya peradangan mukosa lambung atau gastritis. Seseorang yang sudah menderita gastritis apabila dalam keadaan stres dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan gastritis. Oleh karena itu pengendalian secara efektif berupa istirahat cukup, olahraga teratur dan relaksasi yang cukup serta dukungan positif dapat mengurangi tingkat stres pada seseorang sehingga akan membantu dalam upaya perawatan dan pencegahan kekambuhan gastritis, (Tussakinah, 2017).

Setelah kita mengetahui tentang gastritis, maka kita bisa mulai melakukan pencegahan atau pengobatan melalui pengaturan pola makan, menghindari makanan dan minuman yang bisa memicu kekambuhan gastritis, manajemen stress dan mengkonsumsi obat. Alternatifnya termasuk mengkonsumsi ikan gabus baik yang diolah secara tradisional seperti dimasak atau digoreng maupun yang sudah dalam bentuk suplemen seperti kapsul maupun cairan esktrak ikan gabus, secara teratur. Terkhusus untuk suplemen atau obat tradisional ekstrak ikan gabus, terdapat banyak pilihan yang bagus. Salah satu produk ekstrak Channa striata yang beredar di pasaran ialah Galibumin Kutuk®. Kapsul (@400 mg) maupun cairan (@40 ml) ekstrak ikan gabus produksi CV Ghalib Fish Abadi ini telah dipasarkan secara nasional oleh agen pemasaran yang tersebar di tanah air. Produk ini sudah memenuhi syarat standarisasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) dari BPOM RI, juga telah melewati uji laboratorium lengkap terkait kandungan albumin, protein, Ca, Fe, Zg dan kadar logam berat yang sesuai standar dari BPOM RI. Juga telah melewati uji aspek BKO (bahan kimia obat), aspek mikrobiologi dan aspek fisika, sehingga bebas dari faktor kontaminan serta aman dikonsumsi. Oleh karenanya produk ini dinyatakan bisa diedarkan buat membantu kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat melalui ijin edar dari BPOM RI.

Agussalim

 

Referensi :

alodokter.com/gastritis

spesialisasamlambung.com

Tussakinah, Widiya (2017).  HUBUNGAN POLA MAKAN DAN TINGKAT STRES TERHADAP KEKAMBUHAN GASTRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAROK KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2017. Diploma thesis, Universitas Andalas.

Yulizal, 2020. PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata Bloch.) DAN REJIMEN ERADIKASI TERHADAP EKSPRESI
MACROPHAGE MIGRATION INHIBITORY FACTOR DAN KADAR ASYMMETRIC DIMETHYLARGININE PADA TIKUS MODEL GASTRITIS PYLORI. Disertasi Program Doktor, FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN.

Ikan Gabus untuk Pencegahan Stunting dan Siklus Ekonomi Baru

Stunting atau kekerdilan yang sering dialami bayi dan anak-anak karena kekurangan gizi banyak menjadi persoalan di negara berkembang. Kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat menjadi salah satu faktor pemicunya. Oleh karena hal itu berhubungan dengan masa depan generasi sebuah bangsa, maka pemerintah tidak boleh tinggal diam dan membiarkan kondisi tersebut terus terjadi, karena akan membahayakan bangsa itu sendiri di masa depan. Maka sebagai negara yang ingin memastikan masa depan generasi penerusnya cemerlang, maka pemerintah kita memprogramkan pengentasan stunting sejak tahun 2015 melalui RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).

Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pengantarnya pada dokumen Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting) Periode 2018 – 2024. Kekerdilan (stunting) pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (Bawah Lima Tahun), sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Hal ini disebabkan karena kekurangan gizi kronis yang terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Dengan demikian periode 1.000 hari pertama kehidupan seyogyanya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan dan produktivitas seseorang di masa depan.

1. Intervensi Gizi untuk Pencegahan Stunting

Pencegahan stunting merupakan program nasional yang melibatkan berbagai lembaga kementerian dan setingkat kementerian. Di dalamnya terdapat banyak intervensi gizi spesifik dengan kelompok sasaran tidak hanya kepada bayi dan anak, tetapi juga kepada ibu hamil, ibu menyusui, bahkan kepada remaja dan wanita usia subur. Bentuk intervensi prioritas yang dilakukan antara lain pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, tata laksana gizi buruk akut, serta pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut. Intervensi penting lainnya berupa pemberian suplemen vitamin A, kalsium, taburia, zinc, imunisasi, manajemen terpadu balita sakit (MTBS), dan pencegahan HIV, kecacingan serta perlindungan dari malaria, (tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis 2018).

2. Kandungan Ikan Gabus untuk Gizi Bayi dan Ibu Hamil

Dikutip dari laman www.popmama.com/baby/7-12-months/, di dalam 100 gram ikan gabus mengandung sebanyak 69 kalori, 25,2 gram protein, 1,7 gram lemak, 0,9 miligram zat besi, 62 miligram kalsium, 76 miligram fosfor, 150 miligram vitamin A, 0,04 miligram vitamin B, dan 69 miligram air. Semua kandungan tersebut sangat baik untuk dikonsumsi oleh bayi saat masa MPASI (makanan pembantu ASI). Kandungan protein dalam ikan gabus dapat membantu proses pembentukan sel tubuh dan otot. Ketika si Kecil mengonsumsi ikan gabus, maka si Kecil akan mendapatkan asupan protein untuk otot dan tulang. Selain itu juga protein dapat dijadikan sebagai sumber energi bagi si Kecil. Protein yang terdapat pada ikan gabus juga memiliki fungsi untuk mencerna dan melepaskan asam ke dalam darah yang akan dinetralkan oleh tubuh dengan kalsium. Jika si Kecil rutin mengonsumsi ikan gabus, tubuhnya juga akan kuat untuk melawan berbagai penyakit, khususnya yang diakibatkan adanya perubahan cuaca.

Ikan gabus mengandung protein albumin yang tinggi untuk membantu pencegahan gizi buruk pada anak dan ibu hamil. Di dalam 100 gram ikan gabus terdapat banyak nutrisi dan gizi yang sangat penting untuk kesehatan si Kecil. Usianya yang masih balita membuat tubuhnya rentan terkena berbagai penyakit. Oleh karena itu si Kecil membutuhkan asupan yang dapat membuat tubuhnya kuat untuk melawan virus dan bakteri. Ikan gabus memiliki kandungan zinc yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Sehingga si Kecil akan lebih kuat untuk melawan virus dan bakteri yang akan masuk ke dalam tubuhnya. Kandungan mineral pada ikan gabus juga berguna untuk sintesis DNA, tumbuh kembang bayi, dan pertumbuhan sel yang akan membuat si Kecil bertumbuh dengan baik.

3. Ikan Gabus Sebagai Bahan Baku Lokal dan Siklus Ekonomi Baru

Pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, dengan mempercepat diversifikasi pangan berbasis sumber daya pangan lokal, merupakan salah satu strategi pencegahan stunting (tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis 2018). Salah satu sumber pangan lokal yang potensial adalah ikan gabus. Ikan gabus dengan nama latin Channa sriata tersebar hampir di seluruh perairan umum di tanah air, dengan nama lokal yang beragam. Kabar baiknya, survival rate atau ketahanan hidup ikan gabus di alam sangat tinggi, dan selain tersedia di alam, ikan ini juga bisa dibudidayakan oleh pembudidaya ikan. Ikan ini juga sudah dikenal oleh masyarakat secara turun temurun sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit, bagi semua golongan usia. Meskipun di sebagian daerah ikan ini sudah dieksploitasi tetapi di sebagian daerah yang lain potensinya nyaris belum dikelola sama sekali. Sehingga juga potensial untuk menjadi sumber nutrisi pencegahan  stunting dan peningkatan gizi anak.

Melalui pengelolaan ikan gabus menjadi sumber gizi untuk pencegahan stunting, maka akan tercipta sebuah siklus ekonomi baru, dimana pangan dan gizi keluarga diperoleh dan dikelola dari sumberdaya lokal, dan dimanfaatkan untuk pencegahan stunting anak-anak masyarakat setempat. Selain menumbuhkan ekonomi pelaku penangkap ikan dan pembudidaya ikan gabus, juga ekonomi pengolah ikan gabus, baik yang skala tradisional seperti ikan gabus kering, maupun skala industri seperti pengolahan ekstrak ikan gabus menjadi suplemen kesehatan atau obat tradisional. Di sisi lain, hal ini tentu saja bisa menghemat anggaran negara dalam hal penyediaan suplemen yang akan disalurkan dalam program pencegahan stunting, terutama jika suplemen tersebut berasal dari luar negeri atau berharga mahal.

Stunting sebagai sebuah masalah nasional yang sudah diprogramkan untuk ditangani dengan pelibatan banyak sektor, sudah selayaknya jika mendapat perhatian banyak pihak, termasuk di antaranya akademisi dan praktisi perikanan. Seperti diketahui bahwa salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini adalah “Kampung Ikan”. Program nasional pencegahan stunting akan menjadi hulu dari kampung ikan gabus jika dikoneksikan. Ikan-ikan gabus yang dibudidayakan akan sepenuhnya terserap pasar jika dekelola menjadi pangan sumber gizi penanganan stunting, sehingga masyarakat akan lebih semangat karena berada dalam sebuah siklus ekonomi baru, sumber pendapatan baru, di tengah sulitnya situasi ekonomi karena pandemi saat ini.

Agussalim (Trainer pada Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Esktrak Ikan Gabus Untuk Penderita Diabetes

Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kiranya semboyan bijak tersebut penting untuk kita tetap terapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk diri sendiri maupun keluarga, terutama dalam hal kesehatan. Mengapa demikian? kita semua sadar di masa pandemi ini, fokus perhatian kita banyak tercurah terhadap kesehatan. Biaya yang dibutuhkan untuk mencegah jauh lebih murah dibanding mengobati, bahkan alokasi anggaran negara sekalipun, yang terbesar saat ini adalah untuk biaya sektor kesehatan.

Salah satu dari 8 Penyakit Bawaan atau Komorbid Covid-19 yang Perlu Diwaspadai (Kompas.com – 31/07/2021) yang banyak diderita oleh sesama warga bangsa kita adalah penyakit gula atau diabetes melitus. Menurut Mahardini Nur Afifah, dalam artikel tersebut, penyakit diabetes yang tidak terkontrol bisa melemahkan daya tahan tubuh dan menimbulkan kerusakan berbagai organ vital. Penderita diabetes yang terinfeksi Covid-19 berisiko fatal karena infeksi virus corona juga meningkatkan risiko komplikasi berbahaya seperti ketoadiosis dan infeksi yang meluas atau sepsis.

1. Apa Penyebab Diabetes?

Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2016, penyakit diabetes adalah penyebab kematian tertinggi ke-4 di Indonesia. Bahkan data pada tahun 2017, terdapat sebanyak 425 juta orang pengidap penyakit diabetes di seluruh dunia, dan Indonesia menempati urutan ke-6 dengan jumlah pasien diabetes tertinggi, dan diperkirakan akan terus meningkat, kenapa? karena masyarakat Indonesia cenderung menyukai makanan dan minuman yang manis yang mengandung banyak gula. Dan juga, makanan pokok Indonesia adalah nasi putih, (sopjepang.com/guladarah).

Sumber makanan manusia memiliki 3 komponen besar yaitu: Protein, Karbohidrat dan Lemak. Ketika kita makan makanan berkabohidrat seperti nasi putih dan gula, karbohidrat tersebut akan menjadi glukosa. Lalu glukosa akan masuk ke dalam 2 tempat tubuh manusia yaitu sel dan darah. Jika glukosa masuk ke sel, glukosa tersebut akan menjadi energi, tapi jika glukosa terlalu banyak masuk ke darah, akan menyebabkan gula darah tinggi, lalu pankreas (yang menghasilkan hormon pankreas atau insulin, yang berfungsi memindahkan glukosa dari darah ke dalam sel) akan bekerja lebih keras dan lama-lama akan rusak, yang berujung DIABETES. Jadi penyebab utama gula darah tinggi walaupun Anda sudah berusaha menjaga pola makan, adalah kerusakan jaringan sel pada pankreas. Itulah kenapa orang yang sering makan manis lebih cenderung terkena diabetes, (sopjepang.com/guladarah).

Selain karena faktor makanan, sebagian artikel ada yang menyebutkan tentang faktor keturunan dan obesitas yang juga bisa menjadi penyebab diabetes, tetapi di sini kita tidak membahas hal tersebut secara lebih rinci.

 

2. Bagaimana Mencegah Diabetes?

Setelah kita mengetahui penyebabnya, maka kita bisa memikirkan cara mencegahnya agar tidak sampai mengalami kerusakan pankreas yang berujung pada sakit diabetes. Menghindari terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi putih dan gula adalah solusi utama mencegah kerusakan pankreas. Selain itu tentu saja pola hidup sehat harus menjadi pilihan pola hidup sehari-hari kita, karena jika sudah terlanjur kena diabetes tetap harus menempuh sebuah pola hidup sehat yang tentu jauh lebih sulit dibanding saat masih bebas dari diabetes.

Cara mencegah diabetes antara lain: menjaga berat badan ideal, makan makanan bergizi seimbang, mengurangi konsumsi gula/makanan manis, menjaga porsi makan, banyak minum air putih, memperbanyak aktivitas fisik, rutin olahraga, berhenti merokok, dan konsumsi suplemen mineral, (hellosehat.com/diabetes/tipe-2/cara-mencegah-diabetes).

Terkait mengenai suplemen kesehatan untuk menjaga pankreas dan organ tubuh kita sehat pada umumnya, disarankan untuk mengenali dengan baik kandungan supkemen kesehatan tersebut. Salah satu suplemen yang bisa menjadi pilihan Anda adalah suplemen berbahan herbal yang berfungsi merawat organ tubuh, dan efektif menyembuhkan luka atau memulihkan organ yang rusak.

 

3. Ekstrak Ikan Gabus untuk Pengobatan Diabetes

Peneliti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, membuktikan, bahwa ekstrak Ikan Gabus dapat menjadi obat penyakit diabetes. Dalam penelitian ini, para peneliti melakukan penelitian pada hewan uji. Hasil yang didapat pada hewan uji, ekstrak ikan gabus dapat menurunkan kadar gula darah dan memperbaiki jaringan pankreas yang rusak. Menurut Dr. Dewi Hidayati, S.Si, M.Si, “Sebesar 69,78 persen jaringan pankreas dapat kembali normal,” jelasnya, (amp.kompas.com/health/read/2016/04/03).

Kandungan utama ekstrak ikan gabus adalah albumin, yang selama ini dikenal sebagai obat yang efektif untuk penyembuhan luka, dan merawat pembuluh darah serta sebagai transport nutrisi dalam darah. Yang penting diperhatikan  saat Anda memutuskan untuk mengkonsumsi ekstrak ikan gabus adalah, apakah ekstrak ikan gabus yang dikonsumsi telah melewati uji laboratorium. Hal ini penting karena menngindikasikan tentang kandungan gizi, baik protein maupun albuminnya tinggi, dan kandungan patogen seperti bakteri serta zat berbahaya di dalamnya seperti logam berat berupa arsen (As) kadmium (Cd) merkuri (Hb) dan timbal (Pb)  memenuhi standar yang disyaratkan Badan POM RI. Oleh karenanya kata kunci yang perlu diperhatikan saat akan mengkonsumsi suplemen ekstrak ikan gabus adalah apakah produk tersebut telah memiliki ijin edar dari BPOM atau tidak. Jika iya berarti produk tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan sehingga aman dikonsumsi dan mengandung gizi yang dibutuhkan oleh tubuh kita.

Agussalim, S.Pi, M.Si (Widyaiswara pada Balai Latluh Perikanan Ambon, BRSDM KP, KKP)

Pemanfaatan Sumberdaya Laut Secara Ekstraktif Dan Non Ekstraktif

Pemanfaatan sumberdaya laut baik di pesisir, di permukaan air, di kolong maupun di bawah laut sudah berlangsung sejak dahulu kala, bahkan ketika ummat manusia belum mengenal peradaban maju seperti saat ini. Laut dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya. Laut menjadi sumber pangan bagi manusia dan sekaligus menjadi penghubung antara satu daratan dengan daratan lainnya. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kawasan yang paling dominan disenangi oleh manusia untuk bermukim pada awalnya juga adalah pinggir laut. Tidak heran jika kota-kota besar di dunia bahkan di Nusantara pada umumnya berada di pinggir laut. Kondisi ini menyebabkan jumlah populasi manusia terbanyak juga cenderung berada di pemukiman dekat laut.

Keberadaan populasi manusia yang banyak di dekat laut sangat erat kaitannya dengan berbagai jenis pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di laut itu sendiri. Berbagai komunitas kehidupan yang terdapat di laut, atau yang dikenal dengan ekosistem, memberikan manfaat yang beragam bagi manusia. Manfaat yang diperoleh tersebut berkembang dari waktu ke waktu seiring berkembangnya pengetahuan manusia dan kemampuannya memanfaatkan potensi yang ada.

Manfaat yang diperoleh manusia dari laut di antaranya manfaat dari segi pangan. Laut memberikan ikan dalam berbagai jenis dan ukuran yang dapat ditangkap oleh manusia sesuai dengan alat yang dipergunakannya. Selain ikan, laut juga menyediakan udang, kepiting, kerang-kerangan, dan berbagai spesies yang bisa dikonsumsi. Laut juga menyediakan bahan pangan dari tumbuhan laut yakni rumput laut, alga dan anggur laut. Bahan pangan tersebut ada yang bisa langsung dikonsumsi oleh manusia, ada pula yang dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan.

Terdapat berbagai produk-produk laut bernilai ekonomis penting selain pangan, yang juga sering dimanfaatkan oleh manusia. Mutiara yang bernilai jutaan bahkan puluhan juta rupiah berasal dari kerang mutiara yang banyak terdapat di laut. Selain mutiaranya, kerang mutiara juga memiliki kulit yang bisa diolah menjadi hiasan dinding yang juga bernilai jual tinggi. Terdapat pula batu karang yang dahulu banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan kapurnya untuk cat bangunan. Pasir laut sampai saat ini banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan rumah penduduk karena dianggap mudah diperoleh dan ekonomis.

Jasa lingkungan juga banyak diberikan oleh laut. Air laut merupakan media yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya sehingga dimanfaatkan untuk alur pelayaran. Angin laut dimanfaatkan untuk menggerakkan layar perahu nelayan, dan menggerakkan turbin untuk pembangkit tenaga listrik. Gelombang laut dimanfaatkan untuk menggerakkan kincir yang juga bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Keindahan alam laut yang meliputi pesisir pantai maupun panorama bawah lautnya menawarkan potensi wisata yang bernilai tinggi dan diminati masyarakat lokal sampai internasional.

Pada zaman modern saat ini kita mengenal istilah energi terbarukan yang diperoleh dari laut. Energi terbarukan tersebut berasal dari aspek fisika air laut seperti gelombang, arus dan panas air laut. Juga berasal dari aspek biologi berupa makroalga dan mikroalga. Menurut Putra (2016) Asosiasi Energi Laut Indonesia (Aseli) melansir temuan data peta potensi energi laut pada 2011. Pemetaan dilakukan pada 17 titik lokasi untuk energi panas laut, 23 titik lokasi energi gelombang laut, dan 10 titik lokasi energi arus laut. Energi terbarukan tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Energi terbarukan dari laut menurut Nattasya (2015) selain pemanfaatan energi laut lewat arus, ombak dan panas laut, organisme laut pun sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan. Salah satunya adalah makroalga (rumput laut) dan mikroalga (alga/ganggang), keduanya bisa diekstrak menjadi biofuel.

Laut juga memberikan berbagai jasa lingkungan untuk manusia. Laut menjadi media penghubung antara satu wilayah daratan dengan daratan lain, sehingga permukaan laut memungkinkan untuk menjadi alur pelayaran. Keindahan alam pantai, bawah laut, dan terumbu karang, memberikan pengalaman tak terlupakan untuk para wisatawan. Gelombang laut juga menawarkan pengalaman berselancar yang menyenangkan bagi para pencinta olahraga air laut.

A. Pemanfaatan Ekstraktif

Pengambilan manfaat sumberdaya perairan khususnya laut terbagi atas pemanfaatan ekstraktif dan non ekstraktif. Pengambilan manfaat dengan cara mengambil sumberdaya dikenal dengan istilah pemanfaatan ekstraktif, sedangkan pengambilan manfaat non-ekstraktif tidak dilakukan dengan mengambil sumberdaya, tetapi memanfaatkan nilai-nilai dan fungsi yang diberikan oleh sumberdaya tersebut, (CTC, 2016).

Pemanfaatan ekstraktif terhadap sumberdaya laut antara lain penambangan minyak, gas dan mineral, pengambilan batu karang pengambilan pasir dan sebagainya. Pemanfaatan dengan mengambil sumberdaya yang umum kita kenal di antaranya penangkapan ikan, udang, kerang, kepiting, lobster, teripang dan segala biota perairan, termasuk penebangan pohon mangrove. Selain itu budidaya perairan seperti budidaya ikan, budidaya mutiara, budidaya rumput laut dan jenis budidaya laut lainnya. Hal yang paling mudah dikenali dari kegiatan pemanfaatan ekstraktif adalah jika kegiatan pemanfaatan tersebut mengambil sumberdaya laut maka hal tersebut adalah kegiatan ekstraktif, terlepas dari apakah sumber asal (benih) atau terdapat bagian proses dari sumberdaya yang diambil tersebut berasal dari daratan.

  • Panambangan minyak, gas, dan mineral

Pemanfaatan sumberdaya laut berupa pertambangan migas adalah kegiatan yang menggunakan teknologi maju. Potensi sumberdaya migas dan mineral di laut memiliki peluang dan tantangan. Jurnal Maritim (2015) dalam Puryono (2016), menyebutkan bahwa Komite Eksplorasi Migas Nasional memperkirakan cadangan potensial migas di Indonesia masih sekitar 222 miliar barel. Hal tersebut adalah peluang besar untuk pembangunan  bangsa tetapi sekaligus menjadi tantangan karena keterbatasan teknologi untuk melakukan pengeboran gas di laut dalam, ditambah lagi perbedaan geografis dan kedalaman laut terutama di wilayah timur Indonesia.

  • Pengambilan batu karang

Masyarakat pesisir sejak dahulu sudah dekat dengan keberadaan karang di laut. Bagi masyarakat pesisir, batu karang merupakan bahan bangunan yang ekonomis untuk membangun rumah, jembatan dan sebagainya. Selain untuk bangunan, kapur batu karang di sebagian masyarakat pesisir digunakan sebagai cat pemutih pada dinding rumah dan bangunan lainnya, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Maluku dan Papua. Di sebagian daerah batu karang diambil kapurnya untuk dikonsumsi (sebagian masyarakat Papua senang mengkonsumsi sirih dan pinang yang dibumbui kapur yang sebagian berasal dari karang laut). Pengambilan batu karang terus berlangsung sampai saat ini di berbagai daerah pesisir, dan terus meningkat seiring bertambahnya alasan pengambilannya. Belakangan ini sebagian nelayan mengambil batu karang dengan tujuan mengambil ikan hias yang terdapat di dalam sela-sela karang tersebut. Bahkan awal tahun 2017 terjadi penyelundupan karang di Lombok dalam jumlah ribuan kantong terumbu karang dalam berbagai jenis dengan nilai jual tinggi (Mataramnews, 2017).

  • Penangkapan ikan

Penangkapan ikan merupakan aktivitas yang paling umum ditemui di pesisir dan laut. Nelayan  menggunakan berbagai alat untuk menangkap ikan. Berbagai jenis ikan ditangkap oleh nelayan untuk tujuan konsumsi dan dijual. Alat-alat tangkap dioperasikan oleh nelayan dalam berbagai jenis dan ukuran. Tombak adalah alat tangkap ikan yang paling tua dan sudah digunakan sejak zaman berburu. Pancing merupakan teknologi yang sudah cukup maju, sedangkan jaring adalah teknologi yang lebih maju lagi. Pada era modern, teknologi penangkapan ikan semakin berkembang pesat, ditandai dengan munculnya berbagai modivikasi alat tangkap ikan, semisal jaring dikembangkan menjadi pukat, pancing dikembangkan menjadi rawai dan longline. Seiring dengan perkembangan alat tangkap, armada penangkapan juga semakin meningkat dalam kapasitasnya. Abad 21 penangkapan ikan memasuki kondisi memprihatinkan, dimana terjadi penangkapan berlebihan (overfishing) di mana-mana. Overfishing tersebut disebabkan oleh upaya penangkapan ikan yang berlebihan baik dalam jumlah alat, jumlah armada penangkapan, maupun jenis-jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan.

  • Pengambilan mangrove

Mangrove yang banyak tumbuh di pesisir pantai merupakan sumber utama kayu bakar bagi masyarakat nelayan, sebelum bahan bakar minyak mudah diakses. Bahkan di beberapa tempat saat ini mangrove masih ditebangi untuk berbagai kebutuhan selain sebagai kayu bakar. Sebagian pembudidaya rumput laut mengambil mangrove untuk dijadikan pancang budidaya rumput laut. Mangrove juga sering diambil untuk pembuatan jembatan, tiang rumah dan sebagainya. Selain batang pohon mangrove, buah mangrove juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan seperti jus mangrove, manisan mangrove, daun mangrove jenis tertentu juga dimanfaatkan untuk obat-obatan.

  • Budidaya ikan

Budidaya ikan sangat potensial dilakukan di perairan laut karena laut merupakan tempat hidup yang sangat baik untuk ikan. Ikan yang potensial dibudidayakan di laut sangat banyak jenisnya tergantung kemampuan biaya dari pembudidaya untuk pengadaan sarana dan prasarana budidaya. Komoditas yang banyak dibudidayakan saat ini di antaranya beberapa jenis kerapu, kuwe, lobster, dan beberapa jenis ikan hias laut. Komoditas ikan tuna juga sudah mulai dibudidayakan oleh masyarakat. Budidaya ikan di laut mengambil manfaat dari sumberdaya dengan cara mengambil sumberdaya berupa ikan tersebut. Dari aktivitas budidaya ikan di laut tersebut, masyarakat bisa memperoleh keuntungan ekonomis yang sangat besar dan mendukung pertumbuhan ekonomi keluarga melalui penjualan ikan hasil budidaya.

  • Pengambilan teripang

Teripang merupakan salah satu komoditas perairan pantai yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Teripang diambil sebagai bahan pangan, untuk dikonsumsi masyarakat, atau dijual di pasar lokal sampai pasar global. Teripang dikenal mengandung berbagai nutrisi tinggi sehingga belakangan dimanfaatkan juga untuk bahan kosmetik dan obat-obatan. Di berbagai daerah populasi teripang telah mengalami penurunan jumlah populasi. Penurunan populasi teripang di antaranya disebabkan oleh penangkapan berlebihan dan karena kerusakan habitatnya, baik oleh pengeboman atau penggunaan bahan penangkapan yang merusak maupun karena kerusakan ekosistem oleh adanya reklamasi pantai.

  • Budidaya rumput laut

Rumput laut terdapat dalam beberapa jenis yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat pesisir seperti Gracillaria dan Euchema Cottonii. Komoditas rumput laut memiliki nilai jual yang cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sumberdaya rumput laut berada di perairan sejak dari bibit sampai panen. Pertumbuhan rumput laut banyak dipengaruhi oleh nutrisi yang terbawa oleh arus air laut. Rumput laut yang dibudidayakan masyarakat merupakan sumber pangan yang memiliki manfaat beragam, utamanya untuk dikonsumsi dalam bentuk makanan jadi. Rumput laut juga diolah menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan.

  • Pengambilan pasir laut

Pasir Pantai Urumb Merauke dikerukPasir laut banyak dimanfaatkan masyarakat untuk digunakan dalam pembangunan rumah, jembatan dan berbagai bangunan lainnya. Sampai pada titik tertentu, pengambilan pasir sudah sampai pada ambang kritis. Terbukti dengan terkikisnya pesisir pantai di beberapa daerah karena pengambilan pasir yang terus dilakukan. Di beberapa wilayah, pasir laut bahkan diambil secara beramai-ramai oleh berbagai pihak sehingga perubahan ketinggian pasir sudah mengalami penurunan mencapai 3 meter. Sebagian masyarakat mengambil pasir untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan sebagian lagi mengambil untuk dijual kepada pihak yang membutuhkan pasir laut.

B. Pemanfaatan Non-Ekstraktif

Pemanfaatan sumberdaya yang ada di laut tidak selalu dengan cara mengambil sumberdaya yang dibutuhkan tersebut. Terdapat berbagai jenis pemanfaatan sumberdaya dengan cara mengambil manfaat dari nilai-nilai dan fungsi yang diberikan sumberdaya tanpa mengambil sumberdaya tersebut. Pemanfaatan jenis itu dikenal dengan pemanfaatan non-ekstraktif. Berikut beberapa contoh jenis-jenis pemanfaatan non-ekstraktif.

  • Pariwisata

Pemanfaatan sumberdaya laut dalam bentuk kegiatan pariwisata mengambil manfaat dan fungsi dari nilai-nilai keindahan yang terdapat pada lingkungan laut. Keindahan alam laut dapat diperoleh melalui kegiatan wisata pantai, panorama pantai, selancar, game fishing, dan selam. Pariwisata laut atau bahari juga meliputi kegiatan berjemur dan berenang di tepi pantai, serta fotografi bawah laut atau taman laut. Kegiatan wisata tidak hanya dinikmati oleh wisatawan dari mancanegara tetapi juga oleh masyarakat sekitar objek wisata bahari. Kegiatan wisata memberikan pengalaman menyenangkan bagi pengunjung sehingga berpengaruh terhadap kesegaran pikiran para pengunjung setelah sekian waktu penat dengan rutinitas pekerjaan masing-masing

  • Pendidikan non ekstraktif

Manfaat berupa ilmu pengetahuan juga bisa diperoleh dari laut melalui kegiatan pendidikan tanpa mengambil sumberdaya yang ada. Kapal Kalabia yang beroperasi di Raja Ampat merupakan salah satu contoh aktivitas pendidikan non-ektraktif di atas laut. Kapal tersebut berlayar berkeliling perairan Raja Ampat sambil melangsungkan aktivitas belajar bagi anak usia sekolah di atas Kalabia. Selain itu, proses pendidikan banyak berlangsung di perairan dalam rangka mengetahui berbagai aspek tentang laut dan berbagai interaksi antar spesies dan antar ekosistem dalam laut. Edukasi bahari juga mulai dikembangkan di berbagai daerah di tanah air, dimana berlangsung aktivitas belajar sambil rekreasi di pesisir sambil mengunjungi spot-spot wisata bahari yang memberikan layanan pengetahuan kebaharian.

  • Tempat acara sosial

Laut juga bisa menjadi tempat untuk acara sosial seperti di berbagai tempat di nusantara. Kegiatan sosial tersebut lebih dominan aktivitas budaya masyarakat lokal seperti di Jawa, Bali dan sebagian Sulawesi. Aktivitas budaya tersebut misalnya melepas sesajen ke laut atau perayaan acara adat tertentu. Selain itu acara sosial lainnya yang memanfaatkan laut di antaranya perlombaan dayung atau lomba perahu dan sebagainya.

  • Olah raga air

Hal menarik lainnya yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat terhadap laut adalah olahraga air. Berbagai jenis olahraga air yang sekaligus menjadi bagian dari kegiatan wisata bahari seperti water scooter, seabob, sausage boat, banana boat, water tricycle, wind surfing, surfboarding, paddle board, parasiling, kayaking. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan olahraga air laut tersebut di antaranya kesehatan psikologis karena telah melewati permainan yang menyenangkan. Manfaat lain yang dipercaya secara medis akan diperoleh dengan berolahraga di air laut adalah kesehatan fisik karena kandungan air laut berbeda dengan air tawar, sehingga memberikan efek berbeda setelah mandi atau berolehraga di air laut.

  • Perhubungan laut

Pemanfaatan laut untuk perhubungan merupakan pemanfaatan yang paling dominan terjadi di laut karena daratan satu pulau dengan pulau lain dihubungkan oleh laut. Pemanfaatan media air laut ini tidak mengambil sumberdaya air laut itu sendiri. Perhubungan laut dilakukan oleh mesyarakat dengan menggunakan sampan, perahu maupun kapal dalam ukuran yang bervariasi. Laut dimanfaatkan fungsinya sebagai alur pelayaran agar masyarakat bisa terhubung dengan daerah lainnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

  • Penelitian non-ekstraktif.

Laut menyimpan berbagai pengetahuan baik yang sudah tergali maupun yang masih terpendam. Karena itu penelitian tentang hal yang berhubungan dengan laut terus dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian baik dari perguruan tinggi, maupun lembaga penelitian lainnya. Di antara penelitian tersebut ada yang jenis penelitian yang hanya menggunakan laut sebagai objek penelitian tanpa mengambil sumberdaya apapun dari laut, penelitian ini termasuk jenis kegiatan yang non-ekstraktif.

 

Referensi :

CTC. 2016. Pengelolaan Kegiatan Pariwisata Bahari di Dalam Kawasan Konservasi perairan. Modul Pelatihan Pariwisata Bahari Berkelanjutan. Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Nattasya, Gesha. “Energi Laut, Alternatif Penyedia Sumber Energi Terbarukan”. 17 Januari 2017. http://www.kompasiana.com/geshayuliani/energi-laut-alternatif-penyedia-sumber-energi-terbarukan_551abf8681331137489de0e3

Puryono, Sri. 2016. Mengelola Laut untuk Kesejahteraan Rakyat. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Putra, Muhammad Firman Eko. “Potensi Energi Terbarukan Dari Laut”. 17 Januari 2017. http://membunuhindonesia.net/2016/01/potensi-energi-terbarukan-dari-laut/

www.matarmnews. “Penyelundupan Ribuan Terumbu Karang Berhasil Digagalkan”. 25 Januari 2017. https://mataramnews.co.id/nusa-tenggara-barat/item/7270-penyelundupan-ribuan-terumbu-karang-berhasil-digagalkan

Wisata Bahari di Negeri Para Raja

Wisata mangrove di teluk AmbonNegeri Raja mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat di nusantara. Negeri Raja terletak di bagian timur Indonesia, tepatnya di daerah yang terkenal sebagai penghasil rempah yang sudah terkenal ke benua lain sejak ratusan tahun lalu, itulah Maluku. Maluku berasal dari kata bahasa Arab, yakni Muluk yang berarti kerajaan. Penggunaan kata itu relevan dengan budaya masyarakat yang dari dulu sampai sekarang pemerintahan di tingkat desanya dipimpin oleh pemimpin desa yang disebut raja. Wilayah desa atau batas-batas wilayah dikenal dengan istilah negeri. Tak heran jika di internal Ambon (ibukota Maluku) khususnya masyarakat sangat familiar dengan istilah Negeri Para Raja.

Wisata dengan KM. Cahaya MarthafonsSebagai daerah kepulauan, salah satu potensi yang dimiliki oleh Negeri Para Raja, Ambon khususnya adalah potensi wisata bahari. Luas daerah yang terdiri dari 90% laut membuat masyarakat Ambon tidak bisa lepas dari budaya bahari. Budaya itu terbangun dari sejak ratusan tahun lalu. Masyarakat pesisir senantiasa menganggap laut itu sebagai tempat hidup, sumber makanan dan juga sangat erat dengan berbagai keyakinan dan adat yang dipegang oleh masyarakat secara turun temurun. Karena lahir, besar dan menghabiskan waktu bersama laut dan pesisir, maka segala sesuatu tentang laut dianggap biasa oleh masayarakat pesisir. Anggapan itu membuat mereka tidak mampu melihat potensi keindahan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Hal itu menyebabkan potensi wisata bahari cenderung dikembangkan oleh pengembang dari luar daerah, yang mampu melihat potensi tersebut.

ikan asar GalalaAmbon sebagai Negeri Para Raja, memiliki teluk yang sangat indah, setidaknya itu diakui oleh hampir semua orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki dan melihat keindahan Ambon dari atas bentangan Jembatan Merah Putih yang melintas di atas Teluk Ambon. Tetapi keindahan itu dominan dirasakan oleh mereka yang dari luar Ambon, bagi masyarakat Ambon sendiri hal itu biasa-biasa saja. Keindahan Teluk Ambon sangat mempesona jika dilihat dari atas ketinggian. Tidak cukup dari jarak jauh, Teluk Ambon lebih indah lagi jika dijelajahi dengan kapal atau perahu dayung. Terdapat berbagai spot menarik di dalam kawasan Teluk Ambon Bagian Dalam.

Kinjungan wisata ke KJATeluk Ambon Bagian Dalam terdiri atas beberapa tanjung yang indah, di antaranya Tanjung Martha Alfons dan Tanjung Tiram yang sangat pas untuk snorkeling. Terdapat banyak keramba jaring apung tempat masyarakat membudidayakan ikan kerapu dan kuwe, memberi makan ikan pada keramba-keramba itu membuat pengunjung akan lupa waktu. Vegetasi mangrove menghiasi pesisir sehingga hijau menyejukkan pandangan. Teluk Ambon juga memiliki terumbu karang yang indah. Di pesisir bagian selatan terdapat usaha rakyat olahan ikan tradisional berupa ikan asar yang berbahan ikan cakalang dan tongkol. Perahu dayung, moda transportasi laut tradisional yang masih eksis mewakili simbol ketangguhan semangat bahari para pelaut Maluku, hilir mudik Poka dan Galala menghias birunya perairan teluk. Berbagai spot penyelaman untuk melihat ikan hias seperti Banggai Cardinal Fish serta Nemo berbagai variasi warna juga terdapat dalam Teluk Ambon. Keindahan-keindahan itu akan memuaskan pengunjung wisata yang rindu akan berbagai hal yang bernuansa kebaharian, bukan terbatas pada wisata massal pada pantai pasir putih.Tanjung Martha Alfons

 

Pergeseran Base Line Sumberdaya Pesisir dan Laut Hakatutobu

Oleh: Agussalim, S.Pi, M.Si

Abstrak

             Sumberdaya pesisir dan laut telah mengalami pergeseran berdasarkan waktu disebabkan adanya berbagai aktivitas di pesisir dan laut yang bertujuan untuk pembangunan ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Banyaknya aktivitas yang terjadi, menyebabkan berubahnya struktur ekologi wilayah dan berakibat pada pergeseran base line sumberdaya yang ada pada wilayah tersebut. Pergeseran tersebut tidak terdokumentasikan dan kadang tidak dirasakan oleh masyarakat disebabkan perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Mengumpulkan data yang bersumber dari masyarakat dalam berbagai lapis generasi akan memberikan benang merah garis perubahan yang terjadi dalam kurun waktu yang lama dan memberi informasi tentang penyebab perubahan garis dasar tersebut melalui FGD. Aktifitas masyarakat dengan motivasi ekonomi lebih dominan memberi dampak terhadap perubahan lingkungan dibandingkan perubahan karena faktor alam. Pergeseran base line ekosistem pesisir di Hakatutobu dominan disebabkan oleh limbah tambang yang masuk ke wilayah perairan Hakatutobu.

 

PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

Kemajuan pembangunan yang sangat pesat yang berlangsung sejak pasca Perang Dunia II sampai era Milenium saat ini banyak membawa perubahan pada kehidupan manusia. Perubahan tersebut tidak terbatas pada pertumbuhan ekonomi dan sosial budaya tetapi juga perubahan pada struktur ekologis dan keanekaragaman hayati. Demikian halnya yang terjadi pada lingkungan pesisir dan pulau-pulau di Nusantara.

Kegiatan eksploitasi sumberdaya laut pesisir dan pulau berlangsung dalam kurun waktu lebih dari setengah abad dalam rangka pembangunan insfrastruktur untuk memajukan kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan tersebut tak pelak berimbas pada pergeseran posisi sumberdaya dari kondisi dasarnya (base line). Pergeseran yang berlangsung lama tersebut membuat perubahan yang terjadi hampir tidak dirasakan oleh penduduk setempat mengingat jarak usia suatu generasi dengan generasi berikutnya biasanya berlangsung sekitar 20-30 tahun, sehingga perubahan yang berlangsung dalam 40 atau 50 tahun bisa saja tidak dirasakan oleh satu generasi jika perubahan tersebut berjalan lambat.

Data tentang perubahan lingkungan masih jarang disajikan secara spesifik mengingat terbatasnya penelitian yang dilakukan secara spesifik pada tiap-tiap daerah. Hal ini menyebabkan kurangnya data yang dimiliki untuk mengetahui sejauh mana perubahan ekologis dan pergeseran garis dasar ekosistem yang dialami oleh suatu lingkungan. Penelitian yang minim disebabkan oleh jumlah sumberdaya yang basicnya peneliti jugakurang serta biaya penelitian yang diberikan oleh lembaga juga sangat minim mengingat hanya beberap lembaga saja yang memiliki tupoksi peneliian.

Inisiatif untuk melakukan pengumpulan data tidak terbatas pada tugas dan fungsi peneliti tetapi bisa dilakukan oleh siapapun sepanjang memiliki keinginan untuk mengumpulkan data. Termasuk didalamnya seorang pelatih atau fasilitator yang sering berkomunikasi dengan masyarakat yang dialatihnya bisa memanfaatkan momen pelatiha untuk mengumpulkan data dari masyarakat, seperti data pergeseran garis dasar ekosistem pesisir dan laut yang diambul dari berbagai usia masyarakat yang sedang menjadi peserta pelatihan

B. Rumusan Masalah

Berbagai aktivitas di pesisir dan laut menyebabkan berbagai dampak pada wilayah tersebut. Dalam waktu yang lama dampak yang ditimbulkan berbagai aktivitas pesisir adalah pergeseran base line ekosistem pesisir. Bagaimana pergeseran base line ekosistem pesisir dan sejauh manakah pergeseran tersebut? Faktor apa saja yang menyebabkan pergeseran base line tersebut dan seperti apakah pergeseran base line pada Pesisir Hakatutobu yang menjadi objek pembahasan dalam tulisan ini?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan data tentang berbagai jenis pergeseran base line sumberdaya pesisir dan perubahan ekosistem yang terjadi di Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara dan faktor penyebab perubahan tersebut.

Manfaat penelitian ini menjadi informasi yang berguna untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Hakatutobu dan wilayah pesisir lainnya di tanah air.

 

TINJAUAN PUSTAKA

A. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut

Penanaman Mangrove di Timbunan Lumpur Tambang Hakatutobu            Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan (sustainable development), pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia dihadapkan pada kondisi yang bersifat mendua, atau berada di persimpangan jalan. Di satu sisi ada beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan (dikembangkan) dengan intensif. Di sisi lain banyak kawasan psisir dan lautan Indonesia yang tingkat pemanfaatannya belum optimal, atau bahkan belum terjamah sama sekali. Sehingga indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas keberlanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir, dan abrasai pantai, telah muncul di kawasan-kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan dengan intensif. Fenomena ini telah dan masih berlangsung, terutama di kawasan-kawsan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya, (Dahuri dkk, 2001).

Hal yang ironis adalah suatu kenyataan bahwa disamping telah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran, pembangunan sumberdaya kelautan masih menyisakan sebagian besar penduuk pesisir terlilit dalam keiskinan di kaawasan timur Indonesia maupun kawasan barat Indonesia. Padahal kenyataan membuktikan bahwa keiskinan seringkali memaksa manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya kelautan dengan cara-cara yang merusak kelestariannya, sekedar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu memenuhi pangan. Penambanagn batu karang, penggunaan bahan peledak atau racun  utnuk menangkap ikan karang, pembabatan mangrove selain dilakukan oleh kelompokmanusia serakah, juga seringkali oleh penduduk yang karena kemiskinan absolut atau tidak tahu tentang bahaya kerusakan lingkungan, terpaksa melakukannya. Dengan demikian, kerusakan lingkungan bukan saja disebabkan industrialisasi dan laju pembangunan yang pesat, tetapi juga oleh kemiskinan, (Dahuri dkk, 2001).

 

B. Pergeseran Base Line yang ditandai oleh Hancurnya Sumberdaya Pesisir

Sumberdaya pesisir yang mengalami perubahan dapat dirasakan oleh masyarakat setempat. Tetapi proses perubahan sumberdaya yang berjalan lambat kadang tidak disadari oleh masyarakat. Perubahan sumberdaya yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat pesisir biasanya adalah sumberdaya yang mengalami kerusakan parah atau mengalami kehancuran. Ketika perubahan sumberdaya itu teridentifikasi maka penyebabnya dengan mudah bisa dikenali.

Pembangunan wilayah pesisir dan laut mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi banyak aspek dan sektor. Di samping menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, kegiatan setiap sektor juga menimbulkan dampak negative terhadap ekosistem-ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Seringkali kegiatan oembangunan di wilayah peisisr dan laut dilakukan tanoa memoertimbangkan aspek ekologis, atau dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan lebih didominasi oleh aspek ekonomi. Bahkan  tidak jarang untuk kegiatan pembangunan dilakukan konversi kawasan lindung menjadi peruntukan kegiatan pembangunan lainnya, (Dahuri dkk, 2001).

Abrasi pantai dapat diakibatkan oleh proses alami, aktivitas manusia, atau kombinasi keduanya. Erosi kawasan pesisir di Indonesia utamanya disebabkan oleh gerakan gelombang pantai terbuka. Di samping itu, karena keterkaitan eksositem, maka perubahan hidrologis dan oseanografis juga dapat mengakibatkan erosi kawasan pesisir. Sebagai contoh penebangan hutan atau pertanian di lahan atas (up land) yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah mengakibatkan peningkatan laju erosi dan masukan beban ke dalam perairan sungai dan akhirnya sedimen ini akan terbawa oleh aliran air sungai serta diendapkan di kawasan pesisir, (Dahuri dkk, 2001).

Meningkatnya sedimentasi, pencemaran, pengeboman ikan, penggunaan sianida serta alat tangkap tak ramah lingkungan menyebabkan kondisi terumbu karang Indonesia semakin buruk dalam dua dekade terakhir ini. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hanya 7% terumbu karang yang berada dalam kondisi sangat baik dan 26% dalam keadaan baik; sementara sisanya berada dalam kondisi kurang baik, (Suharsono dan Giyanto, 2003 dalam Terangi, 2005).

          

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada kegiatan pelatihan konservasi perikanan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh BPPP Ambon pada bulan Agustus 2015 di Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Sumber Data

Data yang disajikan dalam tulisan ini adalah data primer yang bersumber dari 30 orang nelayan Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga sebagai peserta pelatihan Konservasi.

 C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui interview langsung 30 orang nelayan pesisir Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka dalam Focus Group Discussion (FGD), dan pengamatan objek dengan pengamatan langsung dan snorkelling untuk objek bawah air.

 D. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah pedoman FGD dan pedoman observasi

 E. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif menggunakan table frekuensi identifikasi sederhana tentang pergeseran base line sumberdaya dalam tahun, dan tabel identifikasi dampak dari kegiatan perikanan dan kegiatan non perikanan yang diisi oleh nelayan dengan nelayan dan pengamatan langsung pada objek pesisir menggunakan perahu dan camera bawah air serta alat snorkelling.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hakatutobu adalah wilayah pesisir dengan berbagai potensi alam yang besar. Di bagian darat desa ini terdapat bahan tambang nikel yang dikelola oleh banyak perusahaan tambang. Selain Antam (Aneka Tambang) tambang Hakatutobu dikelola juga oleh perusahaan tambang lain yakni PT. DRI (Darma Rosadi Internasional), PT. PMS (Putra Mekongga Sejahtera), PT. Akarmas (AMI), PT. Bola Dunia, dan PT. Toshida. Di perairannya, daerah ini memiliki potensi laut berupa teripang (omzet mencapai 40 juta per panen tahun 1982). Ikan julung omzet mencapai 1000 ekor/trip (1982) (H. Burman/pengepul hasil laut Hakatutobu). Rumput laut juga berlimpah dengan omzet mencapai 7 ton per bulan pada tahun 2004 sampai tahun 2007. Budidaya kerapu sunu pada keramba jaring apung menghasilkan 50 juta/unit 10m2 pada tahun 2010 sampai tahun 2014.

Dasar perairan merah karena sedimentasi           Potensi teripang mulai mengalami penurunan sejak tahun 1990 dan tahun 2000 sudah sangat menurun produksinya sampai 30% dan tersisa 30% disekitar tahun 2010 dan tinggal 10% saat ini (2015) karena tidak ada upaya  budidaya lagi. Karang yang padat mulai terganggu sejak tahun 1999 dan menjadi rusak setelah tahun 2000 dan saat ini (2010 ke atas) kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Pantainya mulai bergeser sejak tahun 2000an. Mangrove mulai berkurang tahun 1980 bermula sejak munculnya pemukiman penduduk. Sunu, kepiting, cumi-cumi, kima dan beberapa biota laut lainnya seperti japing, alga hijau, lamun berkurang sejak tahun 2000an. Hiu sering ditemukan memijah dipantai tahun 1980 dan tahun 2000 sudah mulai berkurang seiring dengan adanya penampungan gelondongan milik BMW kayu  pada spowning ground hiu. Penyu tahun 1970-1980 masih sangat banyak (10-20 ekor/hari) dan tahun 2000-2010 berkurang sampai 80% dan saat ini sudah sangat langka (1 ekor/tahun) oleh sedimentasi akibat limbah tambang, dan habis tahun 2015. Dulu pernah ada eksploitasi penyu oleh pengepul dari Bali yang sekaligus menangkap pari manu.

Karang dimanfaatkan untuk bangunan oleh masyarakat 1990 sampai 2000an dan tersisa 30%. Mangrove tersisa 50%, penyebabnya karena bakau jadi bahan bakar tambang (arang untuk pengganti batu bara untuk membakar nikel), yang dibeli dari masyarakat. Lamun (nambo, lokal red.) dulunya hijau bahkan ada yang berbuah, tahun 2000-2010 ruasnya tertutup lumpur (sedimentasi) sehingga tersisa 45% saat ini.

Kepiting tahun 2010 sudah menurun sejak beroperasinya pukat rajungan dan tersisa 10% saat ini. Japing/kakapes (sejenis kerang) yang dikenal menurunkan kadar kolesterol dan mengatasi diabetes tahun 2000 mulai berkurang 30% dan saat ini tersisa 15%. Penurunan populasi japing disebabkan oleh sedimentasi. Burungeng (siput) yang hidup di mangrove juga drastis mengalami penurunan sejak terjadinya sedimentasi.

Pari ayam (pari manu) yang jumlahnya sangat banyak, berkurang tahun 2000 sejak adanya sedimentasi, dan semakin berkurang sampai 50% dengan adanya dermaga untuk kapal-kapal tambang. Lobster juga dulunya melimpah dan berkurang sejak tahun 2000 dan sudah sangat langka saat ini selain karena limbah juga karena bius oleh nelayan. Duyung juga terdapat dulu tetapi sekarang tidak ada lagi.

Terjadi invasi spesies baru atau blooming alga yang dikenali masyarakat Hakatutobu dengan istilah lumut sutera yang mulai muncul sejak tahun 2000-an dan terus meningkat kepadatannya sampai saat ini. Alga asing ini ditengarai muncul bersamaan limbah tambang. Keberadaan alga tersebut sangat mengganggu masyarakat setidaknya dalam empat hal utama yakni budidaya rumput laut, menutupi karang, merusak propeller, dan mengganggu pengeporasian alat tangkap jaring.

Sedimentasi oleh limbah tambang di antaranya disebabkan oleh jebolnya ckeckdam penampungan limbah tambang Antam tahun 1985. Antam muncul tahun 1960. Hakatutobu mulai dihuni sejak tahun 1976 setelah sebelumnya hanya merupakan kebun. Pemekaran dari desa Tambea dan Sopura tahun 1999.

Dampak limbah tambang yang menimpa Hakatutobu juga menyebabkan jarak fishing ground nelayan juga semakin menjauh disebabkan karena perairan di sekitar pesisir mereka sudah sangat tercemar dan sebagian besar biota yang berkembangbiak di sana menjadi mati. Demikian halnya dengan tutupan mangrove sangat berkurang disebabkan sedimentasi yang tinggi menyebabkan kematian pada mangrove dan kesulitan untuk tumbuhnya anakan baru.

Masyarakat Hakatutobu mengalami dampak ekologi dan ekonomi sekaligus sebagai akibat dari limbah tambang tersebut. Masyarakat yang telah menjual perahu dan beralih profesi menjadi pekerja tambang pada akhirnya harus kehilangan pendapatan karena perusahaan tambang tempat mereka bekerja harus tutup akibat moratorium menteri ESDM terkait tambang. Masyarakat juga kesulitan kembali melaut karena alatproduksi mereka sudah dijual dan lingkungan perairannya sudah tidak produktif disebabkan karena pencemaran oleh limbah tambang. Sesungguhnya kondisi ini juga terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat nelayan akan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Dahuri, dkk (2001) bahwa rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan kelautan secara berkelanjutan serta menguntungkan bagi rakyat, khususnya masyarakat peisir.

 

B. Pembahasan

Pergeseran base line yang terjadi di hampir semua wilayah pesisir yang dihuni oleh nelayan umumnya tidak terjadi secara alami tetapi disebabkan oleh banyak faktor. Faktor penyebab pergeseran base line bisa terjadi secara alami, tetapi pada umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Aktifitas yang dilakukan manusia dialndasai berbagai motivasi, yang secara garis besarnya dibagi dalam aktivitas perikanan dan aktivitas non perikanan.

 

  1. Pergeseran Base Line

            Base line atau garis dasar adalah kondisi sedia kala dari suatu lingkungan sebelum adanya perubahan yang terjadi pada lingkungan tersebut disebabkan oleh faktor alam atau akibat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa pergeseran base line adalah perubahan yang terjadi terhadap kondisi sedia kala dari suatu lingkungan. Pergeseran tersebut bisa berupa punahnya atau hilangnya suatu jenis spesies mahluk baik hewan atau tumbuhan, atau berkurangnya populasi dari jenis mahluk tertentu, atau bergesernya jarak sesuatu terhadap sesuatu yang lain misalnya pergeseran garis pantai, pergeseran daerah penangkapan ikan (range collapse) dan sebagainya.

Pergeseran base line bisa terjadi pada banyak jenis lingkungan, termasuk lingkungan perairan. Hal yang paling mudah dikenali dari pergeseran base line pada lingkungan perairan adalah berkurangnya spesies ikan tertentu atau biota perairan lainnya. Selain itu semakin berkurangnya tumbuhan pantai seperti berbagai jenis mangrove dan pohon yang tumbuh di pantai disertai semakin terkikisnya garis pantai oleh abrasi juga menjadi tanda yang paling umum terjadi pada hampir semua daerah perairan pantai.

Pergeseran base line umumnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Karena pergeserannya yang perlahan, sehingga masyarakat yang ada cenderung kurang menyadari perubahan tersebut. Hal yang paling menjadi perhatian dari masayarakat atas sebuah perubahan adalah hal yang baru muncul sebagai akibat perubahan dan abai terhadap hal yang hilang. Ketika terjadi pembukaan lahan mangrove untuk pembangunan gedung atau jalan, maka yang terlihat adalah gedung atau jalan yang baru tersebut, alih-alih memperhatikan hilangnya kepiting bakau atau semakin dekatnya garis pantai ke pemukiman mereka.

Pergeseran base line akan lebih mudah terlihat jika masyarakat dari berbagai lapis generasi dikumpulkan dalam brainstorming menapaktilasi ingatan-ingatan terjauh mereka terhadap apa yang terjadi dan berubah dalam kurun waktu terjauh yang bisa terjangkau oleh ingatan mereka. Akan tercengang mereka demi menyadari bahwa bahwa banyak hal berubah tanpa mereka sadari. Keadaan demikian akan mudah mengantar mereka pada kesadaran pentingnya pelestarian sumberdaya lingkungan dengan mencegah kegiatan-kegiatan yang memacu perubahan yang negatif.

 

  1. Penyebab Pergeseran Base Line Ekosistem Pesisir

Faktor apa saja yang menjadi penyebab teradinya pergeseran garis dasar pada lingkungan? Secara garis besar terdiri atas faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam merupakan sesuatu kejadian yang tidak terencana dan tidak direkayasa serta tidak mampu dicegah karena terjadi secara alami, tetapi biasanya akan tercapai keseimbangan baru atau kembali ke keseimbangan lama setelah kejadian itu berlalu. Contoh faktor alam adalah gempa bumi, zunami dan sebagainya.

Pergeseran garis dasar yang disebabkan oleh faktor manusia, jenis dan jumlahnya banyak dan cenderung berefek negatif terhadap lingkungan. Contoh kegiatan manusia yang menyebabkan pergeseran garis dasar lingkungan perairan di antaranya :

  1. Penebangan pohon mangrove. Mangrove adalah jenis tumbuhan pantai yang berfungsi menahan ombak dan mencegah abrasi pantai. Mangrove ada berbagai jenis, ciri yang bisa dikenali dari tumbuhan ini di antaranya adalah akar nafas yang muncul dari dalam perairan atau akar rimpang. Mangrove menjadi habitat yang sangat baik untuk berbagai jenis biota perairan khususnya yang sesuai dengan perairan payau (antara asin dan tawar). Penebangan pohon mangrove dari dulu sudah dilakukan oleh umumnya penduduk pesisir untuk kepentingan kayu bakar dan bahan bangunan rumah mereka. Dewasa ini penebangan mangrove dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan tujuan pelebaran jalan, pembangunan gedung, lokasi budidaya ikan, maupun untuk perluasan wilayah pemukiman penduduk.
  2. Penebangan pohon pantai. Pohon pantai tidak hanya berupa mengrove tetapi terdapat berbagai jenis pohon yang tumbuh subur dan ikut menjadi penyangga garis pantai dan menjadi habitat bagi berbagai organisme. Sama halnya dengan mangrove, tujuan penebangan pohon pantai umumnya untuk digunakan pada bangunan rumah dan kayu bakar. Perluasan lahan budidaya seperti tambak dan empang di pesisir juga mengakibatkan penebangan pohon pantai dalam jumlah banyak
  3. Pengambilan karang dilakukan secara masiv di hampir setiap pesisir yang dihuni oleh nelayan untuk kepentingan tertentu. Ada masyarakat yang mengambil krang untuk pembangunan rumah berupa pondasi maupun dinding rumah batu, untuk hiasan taman bahkan untuk dijual. Pengambilan karang juga dilakukan oleh nelayan penjual ikan hias, disebabkan karena sebagian ikan hias berada pada sela-sela karang sehingga untuk mengambilnya nelayan memotong karang dan membawanya ke daratan. Pengambilan karang juga dilakukan oleh nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bubu, karang digunakan sebagai pemberat untuk menindih bubu agar tidak hanyut terbawa arus.
  4. Penangkapan ikan dengan alat yang merusak adalah faktor yang paling dominan menyebabkan pergeseran base line karena itu terjadi hamper setiap hari sepanjang musim penangkapan dan dilakukan oleh banyak nelayan. Alat tangkap yang termasuk merusak termasuk di antaranya trawl atau pukat harimau serta pengoperasian jaring dengan mata kecil. Jarring bermata kecil merusak karena menyebabkan banyaknya ikan kecil yang tertangkap dan hanya menjadi discard atau tangkapan yang dibuang, serta adanya biota-biota penting perairan non target yang ikut tertangkap seperti duyung, lumba, dan penyu. Selain jarring bermata kecil ukuran 1 inci, penangkapan yang merusak juga disebabkan oleh penggunaan bom, potassium dan sianida.
  5. Cara penangkapan ikan yang merusak. Selain alat yang merusak seringkali cara penangkapan ikan juga merusak biota perairan, di antaranya bameti dan balobe. Bameti adalah istilah untuk kegiatan mencari biota perairan pada daerah pasang surut yang kering pada saat air surut. Bameti merusak karena masyarakat sering menggunakan benda keras untuk mencungkil karang agar bisa mendapatkan kerang atau kepiting yang diinginkan. Selain bameti, nelayan di kawasan timur Indonesia juga mengenal istilah balobeh atau memburu ikan dengan tombak atau panah. Adakalanya nelayan memburu ikan sambil berenang tetapi lebih sering dengan berpijak pada karang sehingga menyebabkan karang patah dan rusak. Maka bameti dan balobe bisa dikategorikan cara penangkapan yang merusak.
  6. Pembuangan sampah pada perairan banyak dilakukan oleh penduduk pesisir di hamper semua daerah pesisir. Hal ini seperti sudah membudaya di masyarakat sehingga sampah menjadi ciri khas lingkungan pesisir dan laut. Laut dan pantai seperti tempat pembuangan sampah paling efektif dan luas. Kurangnya fasilitas pengolahan sampah di pesisir juga ikut memberi justifikasi bahwa sampah bisa di buang di mana saja di pesisir pantai. Sebagian besar sampah yang dibuang cenderung akan merusak lingkungan dan menimbulkan polusi. Lebih parah lagi jika sampah tersebut didominasi sampah plastic yang sulit diurai. Sampah menjadi kendala dalam pengembangan wilayah dan sampah menjadi tantangan utama pengembangan wilayah pesisir yang akan dikembangkan menjadi objek wisata.
  7. Reklamasi/penimbunan pantai pada 10 tahun terakhir banyak menjadi warna pembangunan kota-kota pesisir di tanah air. Keterbatasan lahan untuk perluasan kota menyebabkan ide penimbunan laut menjadi daratan banyak dilakukan pemerintah daerah yang wilayah kota administratifnya berada di peisir pantai. Reklamasi pantai akan menyebabkan perubahan ekosistem pesisir pantai yang menjadi objek reklamasi. Ruwaya ikan akan berubah dan seluruh biota sesil akan mati disebabkan penimbunan pantai.
  8. Pengambilan berbagai jenis biota unik/langka banyak dilakukan nelayan dengan motivasi ekonomi dan sebagian untuk konsumsi. Biota menjadi langka diantaranya disebabkan oleh produktivitas dan survival rate biota tersebut rendah, juga karena biota tersebut mengalami eksploitasi yang tinggi. Eksploitsi yang tinggi terhadap biota tertentu disebabkan oleh permintaan pasar yang tinggi sehingga masyarakat memburu biota tersebut meskipun sudah masuk status langka dan dilindungi.
  9. Aktivitas pertambangan di pesisir atau pertambangan yang limbahnya sampai di pesisir. Limbah tambang yang masuk ke perairan menyebabkan berbagai organisme tidak mampu bertahan hidup karena perubahan lingkungan. Sebagian organisme bertahan dan melakukan adaptasi tetapi mengalami kematian. Limbah tambang juga menyebabkan munculnya spesies baru yang berbeda dengan spesies asli. Spesies infasif akan bersaing dengan spesies asli dan mengakibatkan perubahan rantai makanan.
  10. Perluasan pemukiman pesisir. Pembangunan rumah-rumah nelayan atau penduduk di atas sepadan pantai berakibat pada tersingkirnya berbagai organisme yang memanfaatkan sepadan pantai untuk mencari makan dan beraktivitas. Penyu misalnya yang biasanya naik ke pasir pantai bertelur menjadi terhalangi ketika pada daerah tersebut telah dibangun pemukiman atau rumah di atasnya.
  11. Penambangan pasir. Aktivitas yang umum terlihat di pantai adalah pengambilan pasir oleh penduduk untuk berbagai tujuan pembangunan fisik di darat. Akibat yang ditimbulkannya terhadap struktur pantai ternyata tidaklah sedikit. Penambangan pasir yang berlangsung lama mengakibatkan penurunan ketinggian pasir di bibir pantai yang berakibat pada bertambahnya kekuatan ombak yang menghantam pantai karena pasir yang menghalangi ombak sudah sangat berkurang. Pohon pantai juga banyak yang tumbang karena komposisi pasir tempatnya tumbuh menjadi hilang. Demikian halnya dengan biota yang menghuni sempadan pantai tersebut.

 

 

 PENUTUP

A. Simpulan

Terdapat berbagai penyebab terjadinya pergeseran base line yang pada umumnya disebabkan aktivitas manusia. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang bertujuan untuk perikanan dan kegiatan yang tujuannya non perikanan. Aktivitas yang berdampak pada di antaranya penangkapan ikan dengan alat yang merusak, penangkapan ikan dengan alat yang merusak, penangkapan biota langka/dilindungi, pengambilan karang, penebangan mangrove dan pohon pantai, penambangan pasir, pembuangan sampah di pantai dan laut, limbah tambang yang sampai di pantai, pemukiman di atas sepadan pantai dan reklamasi/penimbunan pantai.

Pergeseran base line di Desa Hakatutobu berdasarkan hasil FGD dengan masyarakat nelayan setempat dan hasil pengamatan langsung disebabkan oleh limbah tambang nikel dari beberapa cekdam penampungan limbah tambang perusahaan tambang di daerah tersebut sehingga menimbulkan sedimentasi pada perairan. Pergeseran yang terjadi di antaranya hilangnya berbagai jenis biota perairan yang menjadi andalan produksi nelayan Hakatutobu seperti teripang, lobster, udang, berbagai jenis ikan, terumbu karang dan berkurangnya vegetasi mangrove dan lamun serta sulitnya reboisasi mangrove. Berbagai spesies asli digantikan oleh spesies invasive yang sangat merugikan nelayan dan penduduk Hakatutobu.

Dampak dari pergeseran base line yang dialami oleh masyarakat Hakatutobu adalah penurunan pendapatan masayarakat dan hilangnya beberapa mata pencaharian nelayan di pesisir di sebabkan oleh rusaknya ekosistem perairan di wilayah tersebut. Jarak fishing ground nelayan menjadi jauh karena perairan di dekat pemukiman mereka tidak produktif karena tercemar serta potensi budidaya ikan, teripang dan beberapa spesies andalan tidak bisa lagi dilakukan. Nelayan yang pada umumnya beralih profesi menjadi penambang juga kehilangan pekerjaan sama sekali karena ketika perusahaan tambang banyak yang tutup, asset berupa perahu untuk melaut pun sudah tidak mereka miliki lagi.

 

B. Saran

Pengelolaan wilayah pesisir harusnya mengkalkulasi besar kecilnya damapak yang akan terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang atas setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di wilayah pesisir dan laut. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masayarakat harus dibangun agar sedapat mungkin pergeseran base line sedini mungkin bisa diminimalisir agar masyarakat bisa memperoleh sebesar-besarnya manfaat yang diberikan oleh lingkungan pesisir dan laut secara berkelanjutan. Regulasi yang berhubungan dengan pengelolaan pesisir dan laut harus menitikberatkan pada aspek konservasi pesisir dan laut agar kegiatan pembangunan yang dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah tidak kontra produktif dengan upaya menjaga dan melestarikan seumberdaya pesisir dan laut untuk kesejahteraan rakyat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Peissir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Terangi. 2005. Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Buku Panduan Pelestarian Terumbu Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia, Jakarta Selatan.

Menetapkan Batas Perubahan yang Dapat Diterima

Pembangunan berkelanjutan mengharuskan adanya pembaruan-pembaruan strategi pengelolaan, terkait teknologi yang digunakan, metode yang diterapkan, dan juga kebijakan-kebijakan yang diberlakukan, sebab inti keberlanjutan terletak pada bagaimana strategi pengelolaan senantiasa tepat sasaran dalam waktu dan kondisi yang terus berubah (Agussalim).

  1. Pendahuluan

Pelabuhan DoboPembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat yang merupakan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memadukan konsep pengelolaan sumberdaya agar memiliki daya saing dan pengelolaan yang berkelanjutan. Visi ini menjadi solusi ditengah banyaknya model pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang cenderung hanya mengeksploitasi tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya. Bahkan banyak pula yang mengeksploitasi sumberdaya dengan pengetahuan dan keterampilan tentang mutu yang kurang sehingga produk yang seharusnya bernilai tinggi tetapi tidak mampu bersaing dipasaran karena mutunya yang sudah jauh menurun. Misalnya para nelayan penangkap tuna yang masih melakukan proses loin di atas bodi yang cenderung tidak higienis sehingga tuna yang seharusnya bisa diekspor malah hanya dijual dipasar lokal atau dinilai dengan harga yang rendah. Atau penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan potassium atau bom yang sangat merusak habitat ikan sehingga tidak bisa lestari untuk dinikmati masa-masa berikutnya.

Dewasa ini salah satu model pengelolaan perikanan adalah dengan adanya system zonasi dalam kawasan-kawasan perairan yang memungkinkan untuk pembatasan eksploitasi dalam upaya perlindungan sumberdaya agar tetap lestari disamping tetap memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Meskipun belum semua kawasan perairan di Nusantara menerapkan pola pengelolaan semacam itu, tetapi paling tidak sudah bisa menjadi percontohan bagi kawasan perairan lainnya untuk menerapkan model pengelolaan yang sama. Contoh kawasan yang menerapkan model konservasi perairan adalah di Raja Ampat, Nusa Penida, Gili Matra, Anambas, dan beberapa daerah perairan lain yang sedang dalam persiapan.

Pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan, agar manajemennya bisa berjalan dengan baik. Selain itu pengelolaan kawasan juga sebaiknya memiliki nilai-nilai yang ditetapkan pada indikator-indikator sumberdaya yang terdapat dalam kawasan konservasi sehingga memudahkan upaya pemantauan. Dari indikator sumberdaya yang ada bisa ditetapkan bersarnya nilai standar sumberdaya yang dianggap baik kondisinya dan akan menjadi patokan pemantauan bagi pengeola apakah kondisi sumberdaya berada dalam kategori baik, rentan atau kritis. Selain nilai standar, terdapat nilai di bawah standar yang dikenal dengan batas perubahan yang bisa diterima atau menerima perubahan yang tidak dapat dihindari tetapi menetapkan batas tingkat perubahan dapat diterima, yang kemudian dikenal dengan istilah LAC atau limit of acceptable change.

Melalui penetapan nilai standar dan nilai LAC dari indikator sumberdaya yang terdapat dalam kawasan konservasi perairan ataupun kawasan perairan yang ingin dijaga keberlanjutan suberdayanya maka upaya pemantauan sumberdaya bisa dilakukan. Dengan nilai standard an LAC, upaya pencegahan kerusakan sumberdaya pada tingkat yang parah bisa dihindari karena adanay patokan nilai yang harus dijaga dan menjadi sejenis alarm kepada pengelola. Tulisan ini mencoba menguraikan secara sederhana tentang pentingnya membuat nilai-nilai pada sumberdaya dan menetapkan standard an LAC untuk menjaga agar upaya pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan bisa tetap lestari disamping pengambilan manfaatnya.

  1. Limit of Acceptable Change (LAC)

LAC atau batas perubahan yang bisa diterima adalah kondisi terakhir/batas yang bisa ditoleransi atas dampak perubahan kondisi sumberdaya. Hal itu berarti kondisi ini bukan kondisi ideal yang distandarkan untuk suatu sumberdaya, tetapi merupakan pembatas antara kondisi yang bisa diterima dengan kondisi yang tidak bisa diterima akibat perubahan. Nilai ini menjadi sejenis lampu merah bagi para pengelola kawasan bahwa perubahan yang lebih jauh akan menyebabkan kerusakan sumberdaya yang sulit untuk recovery atau pulih lagi dalam waktu yang cepat. Batas perubahan ini ditetapkan dalam nilai yang terukur, sehingga mudah untuk dikontrol.

Mengadopsi konsep pengelolaan pariwisata berkelanjutan yang menitikberatkan perhatian pada kelestarian sumberdaya, tulisan ini mencoba menerapkan konsep LAC  dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam pengelolaan sumberdaya pada pariwisata berkelanjutan dikenal istilah LAC atau limit of acceptable change. LAC mencoba untuk menentukan berapa banyak perubahan yang dapat diterima sebagai akibat dari kunjungan tersebut dan bagaimana mengatasinya. LAC membantu dalam menentukan ruang lingkup, tingkat keparahan, dan penyebab masalah idealnya sebelum berubah menjadi tidak dapat diterima. LAC mendorong pengelola untuk menilai berbagai alternative daripada hanya terpaku pada satu solusi. LAC merupakan sebuah sistem yang fleksibel yang dapat disesuaikan dengan ekologi, keanekaragaman hayati tertentu, maupun pertimbangan sosial-budaya yang ada di setiap kawasan, (Anonim, 2014).

Proses LAC pada awalnya dikembangkan oleh Dinas Kehutanan Amerika Serikat untuk dipergunakan dalam habitat teresterial hutan. Pada saat ini, proses tersebut sudah dipergunakan secara luas dalam berbagai lokalitas, termasuk dipergunakan dalam pengelolaan taman laut. Taman Nasional Afrika Selatan juga telah mengembangkan metode yang sama, berdasarkan istilah “Ambang batas Potensi Yang Dikhawatirkan/cemaskan” untuk menentukan kapan intervensi pengelolaan diperlukan dalam situasi tertentu (Anonim, 2014).

Logika dasar dari proses LAC ada enam (dikutip dari Buku Pegangan VERP, 1997 dalam Anonim, 2014) hal yaitu :

  1. Mengidentifikasi dua tujuan utama yang saling bertentangan
  2. Menetapkan bahwa kedua tujuan utama tersebut harus dikompromikan
  3. Tentukan tujuan utama mana yang pada akhirnya akan membatasi tujuan yang lain
  4. Menyusun standar LAC bagi tujuan utama yang sifatnya menghambat
  5. Kompromi tujuan utama ini hanya hingga standar LAC telah tercapai
  6. Kompromikan tujuan lain sebanyak yang diperlukan
  7. Mengidentifikasi dua tujuan utama yang saling bertentangan. Dalam kasus kawasan konservasi perairan, dua sasaran tersebut umumnya adalah perlindungan terkait dengan kondisi lingkungan dan kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang terdapat di dalamnya (tujuan 1) dan akses tidak terbatas ke sumber daya untuk pemanfaatannya oleh masyarakat misalnya penangkapan ikan (tujuan 2). Dua tujuan yang bisa saling bertentangan adalah jika suatu lokasi merupakan daerah penangkapan ikan yang potensial tetapi juga merupakan daerah pemijahan ikan. Dari dua kepentingan besar tersebut pengelola kawasan konservasi harus mampu melihat dua hal tersebut dan mampu memprioritaskan tujuan mana yang harus diutamakan. Atau contoh lainnya misalnya pada perlindungan sumberdaya terumbu karang, tetapi daerah tersebut merupakan lokasi kunjungan para penyelam atau objek pemancing ikan karang.
  8. Menetapkan bahwa kedua tujuan utama tersebut harus dikompromikan. Jika satu atau tujuan utama lainnya tidak dapat dikompromikan, maka proses LAC tidak diperlukan – satu tujuan utama hanya harus dikompromikan seperlunya untuk memenuhi salah satu tujuan lain yang tidak dapat dikompromikan. Dari contoh kasus konservasi pada poin satu di atas, misalnya bahwa daerah penijahan tidak bisa dikompromikan karena tidak bisa atau sulit dipindahkan ke daerah lain, maka yang harus dikompromikan adalah penangkapan ikan di daerah tersebut harus di batasi atau malah dilarang sama sekali (dengan menjadikan wilayah perairan tersebut sebagai zona inti). Atau pada kasus sumberdaya terumbu karang, bahwa sumberdaya terumbu karang tidak bisa dikompromikan karena kerusakannya bisa berlangsung lama dan sulit untuk pulih kembali sehingga yang harus dikompromikan adalah minat para penyelam atau para pemancing apakah dengan melarang kegiatan tersebut atau membatasinya.
  9. Tentukan tujuan utama mana yang pada akhirnya akan membatasi tujuan yang lain. Dalam kasus kawasan lindung, tujuan utama untuk melindungi kondisi lingkungan dan pengalaman pengunjung akan hampir selalu membatasi tujuan akses yang tak terbatas. Pada kasus konservasi di atas, tujuan utama menjaga keletarian sumberdaya dengan memproteksi daerah pemijahan ikan tersebut akan membatasi upaya penangkapan ikan di wilayah itu. Juga upaya menjaga kelestarian terumbu karang membatasi kegiatan penyelaman dan pemancingan ikan karang di wilayah tersebut.
  10. Menyusun standar LAC bagi tujuan utama yang sifatnya menghambat. Standar LAC harus menunjukan kondisi minimal yang dapat diterima oleh lingkungan dan pihak yang mengambil manfaat. Dengan menyusun standar LAC pada suatu kawasan, maka bisa ditetapkan aturan pengelolaan yang sifatnya menghambat, yang satu sisinya memberi kemampuan recovery sumberdaya (ikan mampu memijah dengan baik, atau tutupan karang bisa bertumbuh dengan baik) dan disisi lain kepentingan nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan bisa terpenuhi atau para penyelam atau rekreasi pancing tetap dapat menikmati indahnya ikan-ikan karang. Maka dalam kasus pertama ini bisa diterapkan pembatasan penangkapan ikan dengan waktu, ukuran tangkap, jumlah tangkapan, dan alat tangkap. Dan pada kasus kedua dengan pembatasan jumlah penyelam, waktu penyelaman, standar sertifikat penyelam, ukuran pancing, jumlah pemancing, jumlah tangkapan, atau ukuran ikan yang boleh dipancing.
  11. Kompromi tujuan utama ini hanya hingga standar LAC telah tercapai. Memperbolehkan terjadi penurunan kondisi lingkungan dan manfaat yang bisa dinikmati oleh nelayan, atau penyelam atau pemancing hingga pada standar minimal yang dapat diterima. Akses nelayan tidak boleh secara substansial dibatasi hingga mencapai standar yang ditetapkan. Demikian juga akses penyelam dan pemancing ikan tidak boleh dibatasi sepanjang sumberdaya berada pada kondisi baik di atas standar yang ditetapkan. Pembatasan penangkapan ikan, penyelaman, atau pemancingan untuk rekreasi ini bisa berubah ketika kondisi kelimpahan sumberdaya telah mencapai standar LAC.
  12. Kompromikan tujuan lain sebanyak yang diperlukan. Setelah standar untuk kondisi lingkungan dan nelayan tetap bisa mendapatkan hasil tangkapan, penurunan tidak lagi diperbolehkan terjadi pada kelimpahan sumberdaya pada daerah pemijahan, dan akses penangkapan akan dibatasi seperlunya untuk mempertahankan standar kelimpahan sumberdaya ikan pada area tersebut.

Melihat logika dasar dari proses LAC dengan cara seperti ini sangat membantu berdasarkan beberapa alasan. Pertama, cara berpikir seperti ini menggambarkan bahwa tantangan mendasar dalam penggunaan lokasi penangkapan oleh nelayan tidak begitu banyak memberikan jalan keluar terhadap konflik yang dihadapi antara melindungi sumber daya dan eksploitasi oleh nelayan. Sebaliknya, penekanan harus dilakukan pada mendefinisikan peluang daerah penangkapan lain yang berasal dari pengalaman yang dialami oleh  nelayan dan kondisi sumber daya, dan kemudian menentukan sejauh mana batas area pemijahan ikan dapat diakomodasikan. Kedua, logika ini memungkinkan pengelola untuk memberlakukan akses tidak terbatas – nilai yang harus dipatuhi oleh nelayan – adalah tujuan yang valid, tetapi tidak dapat diterapkan dengan bobot yang sama karena adanya keanekaragaman pengalaman yang dialami oleh nelayan dan perlindungan terhadap sumber daya.  Ketiga, pemahaman tentang proses berpikir generik sangat membantu dalam memahami bagaimana berbagai kerangka kerja dapat disesuaikan atau diberlakukan dalam situasi yang berbeda tanpa kehilangan unsur-unsur penting dari kerangka kerja tersebut. Keempat, karena sudah ada minat dari pihak pengelola untuk menerapkan proses LAC yakni untuk mengatasi masalah selain daya dukung, maka pengujian proses generic dapat membantu untuk menentukan situasi Kades Durjela Dobo Melepas Penyu ke Lautkapan aplikasi tersebut dapat bermanfaat dan pada situasi mana menjadi tidak bermanfaat.

 

  1. Indikator, Standar, LAC dan Upaya Pemantauan

Sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdapat dalam area-area yang dikelola secara terencana agar mampu dikendalikan harus menetapkan indikator, nilai standar dan nilai perubahan yang bisa diterima (LAC). Melalui nilai yang ditetapkan itu maka selanjutnya pengelola bisa melakukan pemantauan dengan baik dan terencana sehingga kerusakan sumberdaya bisa dicegah.

Indikator adalah variable yang menjadi patokan penilaian sumberdaya. Pada ekosistem terumbu karang misalnya, indikator yang bisa dinilai adalah tutupan karang. Pada ekosistem mangrove atau padang lamun indikator yang bisa ditetapkan adalah luasan vegetasi mangrove atau padang lamun. Bisa juga menggunakan indikator jumlah dan jenis vegetasi. Pada spowning ground indikatornya bisa berupa kelimpahan ikan atau ukuran-ukuran ikan pada area spowning ground tersebut.

Menurut Anonim (2014) indikator harus ditentukan sebagai parameter dalam melihat isu-isu penting di lokasi tertentu dalam zona tertentu. Indikator tersebut harus berkaitan langsung dengan kegiatan pengelolaan yang dapat dikontrol. Pertanyaan-pertanyaan berikut membantu ketika mengidentifikasi indikator:

  1. Apakah indikator dapat memberitahu kepada kita apa yang kita ingin kita ketahui? Pertanyaan apa yang akan dijawab?
  2. Apakah indikator berhubungan langsung dengan kondisi sosial atau ekonomi dari sumber daya utama (penting)?
  3. Dapatkah indikator diukur dengan mudah dan dengan biaya yang relatif murah?
  4. Dapatkah indikator tersebut memberikan peringatan kepada pengelola ketika kondisi sumber daya mengalami penurunan sebelum mencapai batas yang tidak dapat diterima?
  5. Dapatkah indikator diukur tanpa mempengaruhi kegiatan pengelolaan?
  6. Akankah indikator memberikan informasi yang sepadan dengan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkannya?
  7. Siapa yang akan melakukan pemantauan?

Tim Penilai Kapasitas KKPD KaimanaStandar adalah besaran nilai yang ditetapkan untuk indikator-indikator. Nilai tersebut bisa dibuat dalam angka atau persentase. Misalnya nilai standar untuk tutupan karang di area A sebesar 90%, artinya kondisi sumberdaya terumbu karang dengan tutupan 90% dianggap ideal untuk partumbuhan karang tetap sehat. Nilai standar vegetasi mangrove sebesar 80% pada area B, berarti luasan itu dianggap ideal untuk mempertahankan daya dukung lingkungan ekosistem mangrove area tersebut dan kemampuannya untuk pulih kembali atas tekanan yang terjadi terhadap sumberdaya mangrove. Standar bisa terdiri atas beberapa kategori seperti standar fisik, biologi, sosial dan sebagainya.

Nilai LAC adalah nilai yang ditetapkan sebagai nilai kritis atau batas perubahan yang bisa diterima akibat adanya tekanan pada sumberdaya. Nilai LAC bergandengan dengan nilai standar sumberdaya. Misalkan nilai LAC untuk terumbu karang pada area A sebesar 85% berarti kondisi 85% tutupan karang pada area tersebut adalah ambang batas perubahan yang bisa diterima dan harus segera dilakukan upaya menaikkan tutupan karang hingga mencapai nilai standar bahkan di atas nilai standar. Oleh karenanya nilai standar untuk kasus seperti ini lebih besar dibanding nilai LAC, atau kondisi standar adalah lebih baik dibanding kondisi LAC.

Misalkan nilai LAC vegetasi mangrove suatu area sebesar 75% maka nilai standarnya berada diatas angka tersebut yakni 80% atau 85%, tergantung kondisi yang dianggap wajar dan kondusif untuk kelestarian sumberdaya mangrove pada area tersebut. Jika sebuah perubahan mencapai nilai standar sumberdaya maka itu merupakan lampu kuning agar pengelola berupaya menghambat perubahan dengan mengidentifikasi faktor penyebab perubahan dan melakukan upaya-upaya preventif. Dan jika kondisi sumberdaya berada pada nilai LAC maka itu merupakan lampu merah dimana semua faktor penyebab perubahan yang merusak sumberdaya harus segera dihentikan atau pengelola melakukan segala upaya yang bisa membuat kerusakan sumberdaya tidak berlanjut.

Untuk mengidentifikasi kesesuaian perubahan kondisi sumberdaya dengan nilai standar dan nilai LAC maka harus dilakukan upaya pemantauan terhadap indicator yang dinilai. Pemantauan yang baik jika dilakukan dengan terencana, misalnya dilakukan secara periodik oleh-oleh orang-orang yang telah ditentukan. Pemantauan akan optimal jika pemantau memahami indikator-indikator sumberdaya dan besaran nilai yang ditetapkan. Selain itu ketepatan waktu pemantauan juga membantu pengelola dalam pengambilan keputusan pengelolaan, mislnya tindakan pencegahn atau penghentian aktivitas tertentu pada area tersebut. Berikut contoh tabel indikator, standar, LAC dan pemantauan yang dimodivikasi dari tabel LAC Anonim (2014):

Sumber Daya Indikator LAC Standar Rencana Pemantauan
Standar Biologis Standar Fisik
Terumbu karang tutupan karang hidup

 

70% tutupan karang hidup Presentasi tutupan karang 80% Jumlah kerusakan karang  oleh pemancing Pemantauan terumbu karang dengan metode manta tow, transek.

Laporan dari penyelam dan nelayan.

 

4. Pelibatan Stakeholder Dalam Penentuan Batas Perubahan yang Bisa Diterima (LAC)

Aspek kunci dari proses LAC adalah melibatkan para pemangku kepentingan. Standar dan indikator, dan tindakan, ditentukan dalam pertemuan partisipatif dengan para pemangku kepentingan. Stakeholder tidak hanya diberikan informasi tentang indikator dan standar; mereka turut membantu untuk memutuskan. Pengalaman dari mereka yang pernah terlibat dalam mengembangkan dan memodifikasi proses LAC menunjukkan bahwa keterlibatan pemangku kepentingan sangat penting.

menggali kebutuhan masyarakatAda dua metodologi yang sangat baik yang dapat dipergunakan untuk memantau dampak yang diakibatkan eksploitasi: “mengukur keberhasilan” dan  “batas perubahan yang dapat diterima”.  Seperti yang telah disebutkan di atas, batas perubahan yang dapat diterima (LAC) telah berkembang, khususnya untuk memungkinkan sumberdaya mengatasi kekurangan dalam konsep daya dukung dan kemampuan sumberdaya untuk pulih kembali (recovery), meskipun juga telah diterapkan pada situasi pengelolaan sumber daya yang lebih umum. Mengukur Keberhasilan dapat diterapkan bagi setiap tahapan perencanaan pengelolaan, dan tidak hanya terbatas untuk kawasan konservasi, dan yang terutama tergantung pada penetapan tujuan yang dapat dengan mudah dipantau, (Anonim, 2014).

Seperti yang telah diuraikan di atas, LAC menerima perubahan yang tidak dapat dihindari tetapi menetapkan batas tingkat perubahan dapat diterima. Untuk menerapkan metodologi LAC, pengelola kawasan konservasi perairan perlu berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menentukan visi bersama tentang kondisi seperti apa yang dapat diterima oleh suatu kawasan; tentukan indikator dan standar yang terkait dengan jumlah perubahan yang dianggap oleh pemangku kepentingan tidak dapat diterima di kawasan tersebut; dan secara terus menerus melakukan pemantauan untuk menilai dampak eksploitasi terhadap standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Jika indikator menunjukan ambang batas penerimaan yang telah disepakati telah terlampaui, maka pengelola harus mengambil tindakan untuk mengurangi dampak negatif. Pendekatan LAC mendorong pengelola untuk mengatasi dampak tersebut dengan pengelolaan yang lebih rinci dan cermat terhadap keseluruhan daya dukung. Selain itu, dengan melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan dalam menetapkan batas-batas perubahan yang dapat diterima, maka pengelola dapat memperoleh lebih banyak kredibilitas ketika mereka mengajukan atau memerlukan perubahan pengelolaan yang mempengaruhi orang lain, seperti ketua adat, kelompok nelayan, tokoh masyarakat, penyuluh, operator wisata, pemandu  wisata, dinas terkait dan warga masyarakat.

 

5. Kesimpulan

Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan tidak cukup dengan perencanaan pengelolaan yang tidak memasukkan penatapan nilai LAC (limit acceptable change) atau batas perubahan yang bisa diterima. Dengan menetapkan nilai LAC maka pengelola memiliki ukuran standar perubahan sumberdaya yang dieksploitasi sehingga tidak sampai rusak sama sekali. Ukuran perubahan tersebut dinilai melalui pemantauan indikator-indikator sumberdaya yang dikelola. Penetapan nilai LAC sangat berguna baik untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan ataupun kawasan yang ingin dijaga kelestariannya. Indicator sumberdaya, nilai standar sumberdaya dan nilai LAC ditetapkan terhadap sumberdaya yang ingin dijaga kelestariannya disamping tetap memperoleh manfaat pengelolaannya.

Penetapan indikator, nilai standar dan nilai nilai LAC idealnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) sumberdaya yang dikelola. Dengan pelibatan stakeholder maka indicator yang dinilai akan lebih tepat, standar yang ditetapkan realsistis dan nilai LAC adalah kondisi yang bisa dihindari dan merupakan nilai yang tepat untuk upaya pelestarian sumberdaya. Pelibatan stakeholder juga akan sangat memudahkan upaya pemantauan, sebagai bagian vital pengkoreksian nilai-nilai yang ditetapkan berdasarkan perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya. Dengan pemantauan yang periodik yang dilakukan secara konsisten, maka perubahan sumberdaya akan tetap bisa dikenali dan dapat dikendalikan.

Menerapkan LAC pada pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan akan sangat membantu upaya pelestarian sumberdaya di tengah kegiatan eksploitasi yang terus berlangsung. Nilai LAC yang disepakati akan menjadi rambu bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan baik pengelola kawasan, nelayan, pemerintah, pelaku wisata, masyarakat umum dan siapapun yang memiliki akses terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan. Dengan demikian visi pembangunan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan akan lebih mudah terwujud jika dalam setiap upaya eksploitasi ada standar-standar yang tidak boleh dilewati. Dan kesejahteraan masyarakat akan lebih mudah terwujud. Semoga…

 

 

 

REFERENSI :

Anonim, 2014. Materi Pelatihan Pariwisata Berkelanjutan di Dalam Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. NOOA, USA.